JAKARTA - DPR khawatir dengan rencana TNI yang akan menerima hibah 24 pesawat tempur F16 dari Amerika Serikat. Hibah itu dikhawatirkan bisa menambah ketergantungan Indonesia kepada AS.
DPR juga tidak ingin hibah F16 ini mengganggu rencana pembangunan Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force/MEF) dari dalam negeri.
"Saya berharap Hibah tak mengganggu MEF. Jangan sampai justru menjadi beban. Bisa menjadi beban fiskal keuangan dalam negeri," kata anggota Komisi I DPR Mohammad Syahfan B Sampurno dalam Rapat Kerja dengan Panglima TNI dan Menteri Pertahanan di gedung DPR, Kamis (27/1).
"Jangan sampai dengan iming-iming hibah 24 F16 dengan kualifikasi standar dan tak diimbangi kemampuan malam hari, retrofit-nya (penambahan teknologi baru) juga mahal 1 juta AS per unit. Berarti 24 juta AS sebanyak 24 unit," katanya.
Rencana penerimaan hibah F16 ini terungkap dalam Rapat Kerja dengan Komisi I. Menurut Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal (TNI) Imam Sufaat, rencana penerimaan hibah F16 termasuk dalam pesawat yang dikonservir karena pengurangan anggaran," kata Imam menjelaskan.
Menurut Imam, F16 yang akan dihibahkan ini memiliki masa pakai masih lama. "Pesawat ini masih bisa terbang waktu dibawa ke Arizona. Jam terbangnya masih sekitar 4 ribu sampai 5 ribu jam terbang. Masih sekitar 20 sampai 25 tahun bisa digunakan," kata Imam.
Menurut Imam, hibah ini gratis. "Untuk upgrade satu pesawat 10 juta dollar, harga barunya 60 juta dollar. Operasionalnya sudah terbukti di Timur Tengah. Keunggulannya teruji. Maintenance lebih gampang daripada Sukhoi. Kita juga sudah biasa merawat F16," katanya.
Imam menambahkan, anggaran untuk membeli 6 pesawat F16 jenis Block 52 akan lebih menguntungkan dengan mengambil hibah 24 pesawat F16 Block 15 dan 25. "Kita memerlukan pesawat ini karena kesiapan pesawat yang ada sangat minim. Seluruh wilayah nusantara memang kesulitan," katanya.
Menurut Imam, kesiapan TNI AU saat ini di bawah 30 pesawat tempur per harinya. "Perhitungan kami 180 pesawat tempur per hari atau 12 skuadron," ujar Imam. Pengalaman Perang Trikora, kata Imam, Indonesia bisa menggetarkan musuh karena kekuatan laut dan udara kuat, beda ketika Perang Timor Timur.
DPR juga tidak ingin hibah F16 ini mengganggu rencana pembangunan Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force/MEF) dari dalam negeri.
"Saya berharap Hibah tak mengganggu MEF. Jangan sampai justru menjadi beban. Bisa menjadi beban fiskal keuangan dalam negeri," kata anggota Komisi I DPR Mohammad Syahfan B Sampurno dalam Rapat Kerja dengan Panglima TNI dan Menteri Pertahanan di gedung DPR, Kamis (27/1).
"Jangan sampai dengan iming-iming hibah 24 F16 dengan kualifikasi standar dan tak diimbangi kemampuan malam hari, retrofit-nya (penambahan teknologi baru) juga mahal 1 juta AS per unit. Berarti 24 juta AS sebanyak 24 unit," katanya.
Rencana penerimaan hibah F16 ini terungkap dalam Rapat Kerja dengan Komisi I. Menurut Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal (TNI) Imam Sufaat, rencana penerimaan hibah F16 termasuk dalam pesawat yang dikonservir karena pengurangan anggaran," kata Imam menjelaskan.
Menurut Imam, F16 yang akan dihibahkan ini memiliki masa pakai masih lama. "Pesawat ini masih bisa terbang waktu dibawa ke Arizona. Jam terbangnya masih sekitar 4 ribu sampai 5 ribu jam terbang. Masih sekitar 20 sampai 25 tahun bisa digunakan," kata Imam.
Menurut Imam, hibah ini gratis. "Untuk upgrade satu pesawat 10 juta dollar, harga barunya 60 juta dollar. Operasionalnya sudah terbukti di Timur Tengah. Keunggulannya teruji. Maintenance lebih gampang daripada Sukhoi. Kita juga sudah biasa merawat F16," katanya.
Imam menambahkan, anggaran untuk membeli 6 pesawat F16 jenis Block 52 akan lebih menguntungkan dengan mengambil hibah 24 pesawat F16 Block 15 dan 25. "Kita memerlukan pesawat ini karena kesiapan pesawat yang ada sangat minim. Seluruh wilayah nusantara memang kesulitan," katanya.
Menurut Imam, kesiapan TNI AU saat ini di bawah 30 pesawat tempur per harinya. "Perhitungan kami 180 pesawat tempur per hari atau 12 skuadron," ujar Imam. Pengalaman Perang Trikora, kata Imam, Indonesia bisa menggetarkan musuh karena kekuatan laut dan udara kuat, beda ketika Perang Timor Timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar