Jumat, 17 Juni 2011

Kapal selam kelas Kilo





Kilo adalah nama kelas yang diberikan NATO untuk kapal selam militer bertenaga diesel buatan Rusia. Versi asli dari kapal selam ini di Rusia dikenal dengan nama Project 877. Kapal selam kelas ini juga memiliki versi yang lebih baru yang dikenal dengan namaImproved Kilo dan di Rusia dikenal dengan Project 636.
Berfungsi sebagai anti kapal permukaan dan anti kapal selam dan beroperasi di perairan dangkal. Kapal selam kelas Kilo mampu beroperasi dengan tenang. Project 636 dikenal sebagai salah satu kapal selam yang menghasilkan suara terlemah di dunia.
Kapal selam pertama kelas Kilo untuk Angkatan Laut Uni Soviet beroperasi pada tahun 1982. Angkata Laut Rusia masih memiliki kapal selam kelas ini, dan per tahun 2000 dilaporkan memiliki 14 buah kapal selam kelas ini termasuk 7 cadangan. 21 buah diekspor ke beberapa negara :
  •  Aljazair (2 kelas Kilo)
  •  Cina (2 kelas Kilo, 2 kelas Improved Kilo, dan 8 kelas Improved Kilo dalam pesanan)
  •  India (10 kelas Kilo)
  •  Iran (3 kelas Kilo)
  •  Polandia (1 kelas Kilo - ORP Orzel (kelas Kilo)
  •  Rumania (1 kelas Kilo, dalam keadaan tidak operasional) 

Spesifikasi 

Ada beberapa varian kelas Kilo sehingga spesifikasi berikut mungkin tidak cocok untuk semua varian. Berikut adalah spesifikasi secara kasar.
  • Bobot :
    • 2.300-2.350 ton ketika mengapung.
    • 3.000-4.000 ton ketika menyelam.
  • Dimensi :
    • Panjang : 70-74 meter.
    • Beam: 9.9 meter.
    • Draft: 6.2-6.5 meter.
  • Kecepatan maksimum
    • 10-12 knot ketika mengapung.
    • 17-25 knot ketika menyelam.
  • Sistem propulsi : Diesel elektrik.
  • Kedalaman maksimum : 300 meter (operasional : 240-250 meter).
  • Ketahanan
    • 400 mil ketika menyelam dengan kecepatan 3 knot.
    • 6.000 mil ketika mengapung dengan kecepatan 7 knot (7.500 mil pada kelas Improved Kilo).
    • 45 hari di laut.
  • Persenjataan
    • Pertahanan udara : 8 roket permukaan ke udara SA-N-8 Gremlin atau SA-N-10 Gimlet
    • Torpedo : 18 torpedo atau 24 ranjau, enam buah tabung torpedo 533mm.

Indonesia Persiapkan Para Ahli Dalam Alih Teknologi Pembuatan Kapal Selam


JAKARTA - Meski pemerintah menargetkan industri pertahanan sudah terbangun pada 2024, Indonesia diharapkan sudah bisa memproduksi kapal selam sendiri pada 2020. Untuk itu, seiring dengan jenis kapal selam yang akan dipilih nantinya, Indonesia akan siap memulai alih teknologi pembuatan kapal selam.

“Tahun ini akan kita siapkan insinyur-insinyur kita untuk proses alih teknologinya,” ujar Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan, Laksamana Muda Susilo, kepada Tempo, Senin (6/6).

Tahap awal proses alih teknologi dilakukan dengan mengirimkan sumber daya manusia dari Indonesia untuk terlibat dalam perakitan kapal selam yang dipesan oleh pemerintah ke negara produsen kapal itu. Tahap berikutnya dari alih teknologi adalah perakitan dan produksi sebagian komponen kapal selam di Indonesia.

Susilo mengatakan tahun ini Indonesia berencana memesan dua kapal selam. Pada pemesanan berikutnya diharapkan perakitan salah satu unit yang dipesan bisa dilakukan di tanah air walaupun komponen dan alat-alat utamanya masih diimpor. "Misalnya kita beli tiga, yang dua diproduksi di sana (negara produsen), satu lagi kita rakit di sini," ujarnya.

Susilo mengatakan saat ini potensi pengembangan kapal selam di Indonesia memang belum ada. Industri kapal di dalam negeri belum menguasai teknologi pembuatan kapal selam maupun sumber daya manusia berupa tenaga ahli. Persoalan lain yang dihadapi untuk mengembangkan industri ini adalah investasi yang diperlukan sangat besar. 



 


Indonesia, kata dia, juga belum memiliki galangan kapal dan kelengkapannya dengan kapasitas yang cukup besar untuk membangun kapal selam. Meskipun ada galangan yang cukup besar, diperlukan perbaikan dan penambahan fasilitas. "Biaya untuk membangun galangan kapal ini lebih besar dari biaya untuk pembelian satu unit kapal selam," kata Susilo.

Juru Bicara Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Silmy Karim mengatakan komite bersama Kementerian Pertahanan akan mendorong beberapa kebijakan untuk mendukung pertumbuhan industri pertahanan nasional. Salah satunya yang akan diusulkan adalah pembebasan bea masuk sparepart untuk industri pertahanan.

Ini dilakukan untuk memicu produksi alat pertahanan oleh perusahaan-perusahaan di dalam negeri. "Sekarang kami sedang menginventarisir komponen apa saja yang perlu diberi pembebasan bea masuk," katanya. Kementerian akan meminta agar peraturan pembebasan dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan khusus komponen pertahanan.

Sabtu, 11 Juni 2011

Kemhan Beri Pembekalan Pada Tim Engineering KF-X




BANDUNG - Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan (Sekjen Kemhan) Marsdya TNI Eris Herryanto, S.IP, M.A., memberikan pembekalan kepada Tim Engineering KF-X/IF-X, Kamis (2/6) di Lembang, Bandung.

Tim yang berjumlah 34 Engineers tersebut direncanakan akan diberangkatkan ke Korea Selatan pada bulan Juli 2011 mendatang. Tim yang terdiri dari Kemhan, TNI AU, ITB dan PTDI dikirim dalam rangka pelaksanaan tahap Technology Development Phase. Tahap ini merupakan bagian dari program pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X.

Pesawat tempur KF-X merupakan pesawat tempur baru generasi 4.5++ yang akan dikembangkan bersama antara Indonesia dan Korea Selatan.

"Tim Engineering asal Indonesia yang ditugaskan di sana harus benar-benar profesional, tangguh, penuh motifasi, inisiatif serta berdedikasi tinggi. Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan pembekalan disamping agar setiap anggota Tim memiliki pemahaman yang sama mengenai apa yang menjadi tugas dari Tim selama di Korea Selatan," ungkap Eris.

Tahun 2020, Indonesia Akan Produksi Kapal Selam


TEMPO Interaktif, Jakarta - Meski pemerintah menargetkan industri pertahanan sudah terbangun pada 2024, Indonesia diharapkan sudah bisa memproduksi kapal selam sendiri pada 2020. Untuk itu, mulai tahun ini Indonesia akan mulai melakukan alih teknologi untuk pembuatan kapal tersebut.

“Tahun ini kita akan kirim insinyur-insinyur untuk memulai proses alih teknologi,” ujar Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan, Laksamana Muda Susilo, kepadaTempo, Senin, 6 Juni 2011.


Tahap awal proses alih teknologi dilakukan dengan mengirimkan sumber daya manusia dari Indonesia untuk terlibat dalam perakitan kapal selam yang dipesan oleh pemerintah ke negara produsen kapal itu. Tahap berikutnya dari alih teknologi adalah perakitan dan produksi sebagian komponen kapal selam di Indonesia.

Susilo mengatakan tahun ini Indonesia berencana memesan dua kapal selam. Pada pemesanan berikutnya diharapkan perakitan salah satu unit yang dipesan bisa dilakukan di tanah air walaupun komponen dan alat-alat utamanya masih diimpor. "Misalnya kita beli tiga, yang dua diproduksi di sana (negara produsen), satu lagi kita rakit di sini," ujarnya.

Susilo mengatakan saat ini potensi pengembangan kapal selam di Indonesia memang belum ada. Industri kapal di dalam negeri belum menguasai teknologi pembuatan kapal selam maupun sumber daya manusia berupa tenaga ahli. Persoalan lain yang dihadapi untuk mengembangkan industri ini adalah investasi yang diperlukan sangat besar.

Indonesia, kata dia, juga belum memiliki galangan kapal dan kelengkapannya dengan kapasitas yang cukup besar untuk membangun kapal selam. Meskipun ada galangan yang cukup besar, diperlukan perbaikan dan penambahan fasilitas. "Biaya untuk membangun galangan kapal ini lebih besar dari biaya untuk pembelian satu unit kapal selam," kata Susilo.

Juru Bicara Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Silmy Karim mengatakan komite bersama Kementerian Pertahanan akan mendorong beberapa kebijakan untuk mendukung pertumbuhan industri pertahanan nasional. Salah satunya yang akan diusulkan adalah pembebasan bea masuk sparepart untuk industri pertahanan.

Ini dilakukan untuk memicu produksi alat pertahanan oleh perusahaan-perusahaan di dalam negeri. "Sekarang kami sedang menginventarisir komponen apa saja yang perlu diberi pembebasan bea masuk," katanya. Kementerian akan meminta agar peraturan pembebasan dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan khusus komponen pertahanan.

Pemerintah Siapkan Dana US$ 1 Milyar Untuk Membeli Kapal Selam


JAKARTA - Pemerintah menyiapkan anggaran lebih dari US$ 1 miliar (sekitar Rp 8,6 triliun) untuk membeli kapal selam TNI AL. Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan, Laksamana Muda TNI Susilo, mengatakan rencana pembelian kapal selam sudah dianggarkan sejak 2005. Anggarannya, "Tidak lebih dari US$ 2 miliar," kata Susilo kepada Tempo, Minggu (5/6).

Pada 2005, pemerintah hanya menganggarkan US$ 700 juta, dengan asumsi harga kapal selam US$ 350-400 juta per unit. Seiring dengan berjalannya waktu, anggaran pun bertambah.

Untuk tahap awal, akan dipesan dua kapal selam untuk memperkuat armada TN AL. "Tahun ini kami harapkan bisa eksekusi," ujar Susilo. Sebelumnya, KSAL Soeparno, menyebutkan bahwa TNI AL membutuhkan minimal enam kapal selam.

Susilo menambahkan, idealnya TNI AL memiliki sepuluh kapal selam untuk menjaga wilayah laut Indonesia. Tiga unit untuk disiagakan di kawasan timur, tengah, dan barat perairan Indonesia. Tiga lainnya untuk pelatihan. Sisanya, "Cadangan jika kapal lain diperbaiki," kata dia.

Ditanya mengenai harga per-unit, Susilo enggan menyebutkan harga kapal selam yang akan dipesan. Susilo hanya mencontohkan kapal selam Scorpene produk Prancis yang dibeli Malaysia dengan harga 550 juta euro atau sekitar US$ 800 juta. "Tergantung kelengkapannya. Sekarang masih pembahasan teknis," katanya. Kapal selam TNI AL itu bakal dilengkapi senjata, seperti torpedo dan peluru kendali

Rusia Mundur dari Tender Kapal Selam RI



Kapal selam produksi DSME Korea Type 209-1450 Mod yang dipamerkan dalam Indodefence 2010 



Pembelian Kapal Selam TNI dalam Tahap Memilih Negara Produsen

TEMPO Interaktif, Jakarta - Tim Evaluasi Pengadaan (TEP) Kementerian Pertahanan saat ini tengah menggodok rencana pembelian kapal selam untuk memperkuat armada TNI Angkatan Laut. Penggodokan sudah memasuki tahap memilih satu di antara tiga negara produsen yang telah mengajukan penawaran. "Tiga negara itu adalah Jerman, Prancis, dan Korea," kata Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Soeparno kepadaTempo, Minggu, 5 Juni 2011.

Sebelumnya, ada empat negara yang mengajukan penawaran kepada TNI. Namun, satu negara produsen, yakni Rusia, akhirnya mundur karena produk kapal selam yang ditawarkan tak sesuai dengan spesifikasi teknis yang dibutuhkan TNI AL. "Mereka menawarkan kapal selam besar," ujar Soeparno. Kapal selam yang dibutuhkan TNI AL, kata dia, tidak terlampau besar dan yang sesuai dengan kondisi perairan Indonesia.

Selain itu, pembelian kapal selam juga disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. "Kalau kapal selam besar, anggarannya tidak mencukupi," ujarnya. Sayangnya, Soeparno enggan menyebut berapa jumlah anggaran yang disiapkan untuk membeli kapal selam itu. Namun, menurut dia, rencana membeli kapal selam sudah dianggarkan sejak tahun 2005 lalu.

Sebelumnya, Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan, Laksamana Muda TNI Susilo mengatakan bahwa pada tahun ini pemerintah setidaknya akan membeli dua unit kapal selam. "Tahun ini kami harapkan bisa eksekusi," kata Susilo di kantornya, Jakarta, akhir Mei lalu.

Senada dengan Soeparno, Susilo mengatakan pembelian kapal selam disesuaikan dengan anggaran yang tersedia, mengingat mahalnya harga kapal selam. Ia mencontohkan kapal selam jenis Scorpene produk Prancis yang dibeli oleh negeri jiran, Malaysia, harganya mencapai 550 juta Euro atau lebih dari US$ 700 juta. Selain Prancis yang menawarkan Scorpene, Jerman menawarkan kapal selam jenis U-209 dan Korea Selatan menawarkan Chang Bogo.

Menurut Soeparno, TNI AL paling tidak membutuhkan sekurang-kurangnya enam buah kapal selam. Saat ini, TNI AL baru memiliki dua kapal selam, yakni KRI Cakra dan KRI Nanggala yang dimiliki sejak tahun 1980-an. Itu pun, KRI Cakra masih dalam perbaikan dan baru rampung Januari tahun depan. Untuk memenuhi jumlah miminal itu, "TNI AL butuh empat buah kapal selam lagi," katanya.

Namun, untuk dapat memenuhi jumlah ideal itu masih dibutuhkan waktu yang cukup lama. Pasalnya, setelah dipesan, proses pembuatan kapal selam butuh waktu bertahun-tahun. "Minimal tiga tahun," ujarnya.

Rabu, 01 Juni 2011

Pindad-FNSS Jajaki Kerja Sama Produksi Tank


FNSS pernah menampilkan rancangan tank ringan dengan basis ACV dan turret BMP3 (photo : Army Recognition) 

Indonesia-Turki Jajaki Kerja Sama Produksi Tank

TEMPO Interaktif, Jakarta - Indonesia dan Turki tengah menjajaki kerja sama pembuatan tank kelas ringan(light tank). Kerja sama itu masih dijajaki di tingkat perusahaan atau produsen (business to business), sebelum meningkat pada kerja sama dua pemerintahan (G to G). Saat ini penjajakan dilakukan oleh PT Pindad dengan FNSS Defence Systems Co., produsen alat pertahanan dari Turki.

Tank ringan yang akan diproduksi bersama ini memiliki bobot sekitar 13-14 ton dan akan dilengkapi meriam kaliber 90-105 milimeter. "Tank jenis ini untuk memenuhi kebutuhan pasukan kavaleri TNI Angkatan Darat," kata Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan, Laksamana Muda Susilo, kepada Tempo di kantornya, akhir pekan lalu.

Kerja sama ini merupakan tindak lanjut kesepakatan kerja sama Pemerintah RI dan Turki saat kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke negara itu, Juni tahun lalu. Kesepakatan tersebut lebih dimatangkan lagi saat Presiden Turki Abdullah Gul melakukan kunjungan balasan ke Jakarta, April 2011 lalu. "Kerja sama industri pertahanan dengan Turki saat ini sudah makin mengerucut," ujar Susilo.

Produsen dari Turki, FNSS, bahkan sudah mengirimkan prototipe tank ringan itu untuk dijajal oleh TNI AD dan PT Pindad. "Tapi, tank yang akan dibuat nanti spesifikasinya akan diajukan oleh TNI AD," kata dia."Mereka (Pindad dan FNSS) sudah menandatangani MoU (kesepakatan kerja sama)," kata dia.

Kerja sama industri pertahanan dengan Turki ini dilakukan karena negara tersebut bisa memahami kepentingan Indonesia. Seperti diketahui, saat ini pemerintah tengah menggalakkan pengembangan industri pertahanan dalam negeri. Karena itu, kerja sama industri pertahanan dengan luar negeri diprioritaskan pada negara-negara yang bisa memberikan transfer teknologi dan bersedia melakukan kerja sama produksi (joint production).

"Kalau transfer teknologinya besar dan mereka mau joint production, ini yang kami utamakan," kata Susilo. "Jadi, kami mendapatkan banyak benefit(keuntungan), tidak hanya membeli."

Tank ringan yang akan diproduksi bersama antara Indonesia dan Turki ini bakal memiliki tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang cukup besar. "Paling tidak bodinya kami (Indonesia) yang buat," kata dia.Instalasi, perakitan, dan desain juga menjadi porsi Indonesia.

Sementara engine (mesin) serta rantai tank akan dibuat oleh produsen Turki. "Untuk rantai tank, Indonesia masih belum bisa buat sendiri," ujarnya. Demikian juga mesin. Menurut Susilo, masih belum efisien jika Indonesia membuat mesin tank sendiri. "Kalau engine, masih lebih murah membeli daripada harus membangun pabrik mesin di sini."

Pemerintah Pastikan Beli Dua Kapal Selam Tahun Ini

 
Kapal selam Scorpene buatan Prancis (photo : DCNS)

TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah memastikan rencana pembelian kapal selam tahun ini. Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan, Laksamana Madya Susilo, mengatakan setidaknya ada dua unit kapal selam yang akan dibeli. "Tahun ini kami harapkan bisa eksekusi," katanya kepada Tempo di Jakarta, Jum'at, 27 Mei 2011.

Susilo mengatakan kementerian sedang memproses tawaran pembelian kapal selam dari beberapa negara. Meski demikian, ia tidak menyebutkan kapal selam buatan negara mana yang akan dipilih.Meski kesepakatan pembelian dilakukan tahun ini, dua kapal selam itu baru selesai dibangun lima tahun mendatang.

"Tawarannya banyak. Kami umumkan spesifikasi yang kami butuhkan seperti apa dan mereka yang mengajukan penawaran," katanya.Kebutuhan kapal selam untuk TNI Angkatan Laut sebenarnya lebih banyak. Saat ini Indonesia baru memiliki dua kapal selam.

Akan tetapi, Susilo mengatakan pembeliannya menyesuaikan ketersediaan anggaran. Ini karena harga kapal selam yang sangat mahal. Ia mencontohkan kapal selam jenis Scorpene yang dibeli Malaysia dari Prancis harganya mencapai €550 juta atau lebih dari US$700 juta.

Rencana pembelian kapal selam sudah digagas sejak 2009 lalu. Saat itu ada beberapa tawaran seperti kapal selam U-209 dari Jerman, U-209 Changbogo dari Korea Selatan, kapal selam Rusia Kelas Kilo, dan Scorpene dari Prancis. 

Dirgantara Indonesia (PT. DI) akan Pasang 16-T 50 untuk Indonesia


pesanan Indonesia 16 T-50 pelatih

Indonesia telah menempatkan order $ 400 juta untuk 16 Korea Aerospace Industries T-50 Golden Eagle lanjut pelatih jet, pertama penjualan ekspor itu jenis.

Departemen Pertahanan Indonesia menandatangani kesepakatan pada Rabu, kata Enes Park, wakil presiden eksekutif KAI. Kontrak tersebut menetapkan bahwa pesawat harus disampaikan 18 bulan setelah penandatanganan perjanjian kredit antara Korea Selatan dan pemerintah-pemerintah Indonesia. 
Pengumuman itu mengikuti surat 12 April pemerintah Indonesia dikirim ke KAI menunjuk perusahaan Korea Selatan sebagai pemenang lelang untuk menggantikan Indonesia, BAE Systems Hawk 53. Surat itu semua tapi disegel nasib T 50-saingan di kompetisi, Vodochody Aero L-159 dan Yakovlev Yak-130.

16 General Electric-powered pesawat F404 akan diproduksi di fasilitas KAI di Sacheon, Korea Selatan. Mereka akan dikirim ke Indonesia sebagian dibongkar, dimana Indonesia negara produsen pesawat PT Dirgantara Indonesia / Bahasa Indonesia Aerospace (PT. DI) akan berkumpul kembali mereka.

"Pesawat ini tentu mampu menjadi mengangkut, tapi mengangkut mereka memenuhi peraturan industri Indonesia," kata Park. "(Re-assembling) pesawat akan membantu mereka meningkatkan kemampuan mereka." 
Meskipun upaya terbaik KAI dan pemerintah Korea Selatan, Thet-50 hilang kompetisi pelatih baik di Uni Emirat Arab dan Singapura ke Aermacchi Alenia M-346.  

 

F/A-50 memerangi varian (Foto: vehibase)
T-50 lagi akan bersaing dengan pesaingnya di Israel dan Amerika Serikat. Pada tahun 2012, Angkatan Udara Israel akan memutuskan antara T-50 dan M-346 untuk menggantikan perusahaan Douglas A-4 Skyhawk pelatih. Pada awal Mei, Alenia Aermacchi general manager Alessandra Franzoni mengatakan Amerika kompetisi TX untuk menggantikan era 1960-an T Northrop-38C akan menjadi dua kuda perlombaan antara T-50 dan M-346.
Park menambahkan bahwa mungkin ada kemungkinan Indonesia menjual varian tempur T-50's, F/A-50 tersebut. "Sementara belum ada diskusi beton pada ini, ada kemungkinan berbeda ini di masa mendatang."
Indonesia juga masih terlibat dalam program-X yang diajukan Selatan Korea KF, kata Park. Di pameran udara Farnborough pada tahun 2010, Korea Selatan menandatangani nota kesepahaman dengan Indonesia, dengan yang terakhir berpotensi memberikan kontribusi hingga 20% dari biaya pengembangan X-KF. Indonesia saat ini melihat bagaimana mungkin berpartisipasi dalam proyek.

The-50 membeli T hanyalah contoh terbaru dari upaya-upaya Jakarta untuk meng-upgrade's angkatan udara bangsa. Pada November 2010, itu dibeli delapan Embraer EMB-314 Super Tucano serangan pesawat ringan untuk menggantikan Vietnam War-era Rockwell OV-10 Broncos.Pada Januari 2011, diberikan Arinc Engineering Services sebuah kontrak $ 66,7 juta untuk memodernisasi lima Lockheed Martin C-130B.

Indonesia juga mempertimbangkan untuk mengupgrade 10 perusahaan Lockheed Martin F-16A / B pejuang. Laporan media mengatakan Jakarta akan membeli 24 ex-US Air Force F-16, namun hal ini belum secara resmi diumumkan oleh Washington atau Jakarta.

Korea Selatan Tandatangani Kontrak Ekspor T-50 ke Indonesia


T-50 di jalur produksi (Foto: KDN) 



Korea tinta jet pelatih berurusan dengan Indonesia
Korea Aerospace Industries (KAI) hari Rabu menandatangani kontrak untuk mengekspor 50 T-jet pelatih ke Indonesia, seorang pejabat dari menjalankan pesawat-negara pembuat kata.

"Korea telah menandatangani kesepakatan $ 400 juta untuk ekspor 16 T-50," Lee Kyung-ho, seorang juru bicara KAI mengatakan, mencatat bahwa ini adalah pertama kalinya bagi negara itu untuk ekspor jet supersonik.

Dia mengatakan KAI akan memberikan 16 T-50 Golden Eagle jet supersonik pelatih tahun 2013.

Pada tanggal 12 April, Indonesia dipilih KAI sebagai pemenang lelang untuk program jet pelatih yang lebih dari 130 dan Rusia Yakovlev Yak-Republik Ceko, Aero L-159 Vodochody dua finalis lainnya dalam kompetisi.

Italia M-346, yang mengalahkan T-50 dalam transaksi akuisisi jet pelatih di Uni Emirat Arab pada tahun 2009 dan Singapura pada tahun 2010, adalah didiskualifikasi dari kompetisi di babak pertama penilaian pada bulan Mei tahun lalu.

Ekspor T-50 sempat dilemparkan ke pertanyaan ketika para pejabat intelijen Korea diduga masuk ke kamar hotel delegasi Indonesia berkunjung di Seoul pada 16 Februari.

Para pengamat mengatakan bahwa kesepakatan itu akan memiliki efek positif terhadap upaya negara untuk mengekspor pesawat ke negara-negara lain, termasuk Israel, Amerika Serikat, Polandia, India dan Uni Emirat Arab.

Mereka mengatakan pentingnya hubungan bilateral strategis dan dekat antara Korea dan Indonesia memainkan peran dalam proses pengambilan keputusan.

Indonesia dan Korea bekerja sama untuk bersama-sama mengembangkan sebuah pesawat tempur baru.

Korea pertama-tama mengungkapkan T-50 tahun 2005, menjadi produsen pesawat jet supersonik 12 dunia.