Minggu, 27 Februari 2011

F-22 vs PAK-FA


sukhoi T-50/PAK-FA lebih unggul bila dibandingkan dengan F-22 Raptor

F-22 Raptor


F-22 Raptor adalah pesawat tempur siluman buatan Amerika Serikat. Pesawat ini awalnya direncanakan untuk dijadikan pesawat tempur superioritas udara untuk digunakan menghadapi pesawat tempur Uni Soviet, tetapi pesawat ini juga dilengkapi peralatan untuk serangan darat, peperangan elektronik, dan sinyal intelijen. Pesawat ini melalui masa pengembangan yang panjang, versi prototipnya diberi nama YF-22, tiga tahun sebelum secara resmi dipakai diberi nama F/A-22, dan akhirnya diberi nama F-22A ketika resmi mulai dipakai pada Desember 2005. Lockheed Martin Aeronautics adalah kontraktor utama yang bertanggungjawab memproduksi sebagian besar badan pesawat, persenjataan, dan perakitan F-22. Kemudian mitranya, Boeing Integrated Defense Systems memproduksi sayap, peralatan avionik, dan pelatihan pilot dan perawatan.

Sejarah






Advanced Tactical Fighter (ATF) merupakan kontrak untuk demonstrasi dan program validasi yang dilakukan Angkatan Udara Amerika Serikat untuk mengembangkan sebuah generasi baru pesawat tempur superioritas udara untuk menghadapi ancaman dari luar Amerika Serikat, termasuk dikembangkannya pesawat kelas Su-27 era Soviet.
Pada tahun 1981, Angkatan Udara Amerika Serikat memetakan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebuah pesawat tempur baru yang direncanakan untuk menggantikan F-15 Eagle. ATF direncanakan untuk memadukan teknologi modern seperti logam canggih dan material komposit, sistem kontrol mutakhir, sistem penggerak bertenaga tinggi, dan teknologi pesawat siluman.
Proposal untuk kontrak ini diajukan pada tahun 1986, oleh dua tim kontraktor, yaitu Lockheed-Boeing-General Dynamics dan Northrop-McDonnell Douglas, yang terpilih pada Oktober 1986 untuk melalui fase demonstrasi dan validasi selama 50 bulan, yang akhirnya menghasilkan dua prototip, yaitu YF-22 dan YF-23.
Pesawat ini direncanakan untuk menjadi pesawat Amerika Serikat paling canggih pada awal abad ke-21, karena itu, pesawat ini merupakan pesawat tempur paling mahal, dengan harga US$120 juta per unit, atau US$361 juta per unit bila ditambahkan dengan biaya pengembangan. Pada April 2005, total biaya pengembangan program ini adalah US$70 miliar, menyebabkan jumlah pesawat yang direncanakan akan dibuat turun menjadi 438, lalu 381, dan sekarang 180, dari rencana awal 750 pesawat. Salah satu faktor penyebab pengurangan ini adalah karena F-35 Lightning II akan memiliki teknologi yang sama dengan F-22, tapi dengan harga satuan yang lebih murah.

Produksinya

F-22 versi produksi pertama kali dikirim ke Pangkalan Udara Nellis, Nevada, pada tanggal 14 Januari 2003. Pengetesan dan evaluasi terakhir dilakukan pada 27 Oktober 2004. Pada akhir 2004, sudah ada 51 Raptor yang terkirim, dengan 22 lagi dipesan pada anggaran fiskal 2004. Kehancuran versi produksi pertama kali terjadi pada 20 Desember 2004 pada saat lepas landas, sang pilot selamat setelah eject beberapa saat sebelum jatuh. Investigasi kejatuhan ini menyimpulkan bahwa interupsi tenaga saat mematikan mesin sebelum lepas landas menyebabkan kerusakan pada sistem kontrol.

Persenjataan F-22

F-22 dirancang untuk membawa peluru kendali udara ke udara yang tersimpan secara internal di dalam badan pesawat agar tidak mengganggu kemampuan silumannya. Peluncuran rudal ini didahului oleh membukanya katup persenjataan lalu rudal didorong kebawah oleh sistem hidrolik. Pesawat ini juga bisa membawa bom, misalnya Joint Direct Attack Munition (JDAM) dan Small-Diameter Bomb (SDB) yang lebih baru. Selain penyimpanan internal, pesawat ini juga dapat membawa persenjataan pada empat titik eksternal, tetapi apabila ini dipakai akan sangat mengurangi kemampuan siluman, kecepatan, dan kelincahannya. Untuk senjata cadangan, F-22 membawa meriam otomatis M61A2 Vulcan 20 mm yang tersimpan di bagian kanan pesawat, meriam ini membawa 480 butir peluru, dan akan habis bila ditembakkan secara terus-menerus selama sekitar lima detik. Meskipun begitu, F-22 dapat menggunakan meriam ini ketika bertarung tanpa terdeteksi, yang akan dibutuhkan ketika rudal sudah habis.

Kemampuan Siluman dari F-22

Pesawat tempur modern Barat masa kini sudah memakai fitur-fitur yang membuat mereka lebih sulit dideteksi di radar dari pesawat sebelumnya, seperti pemakaian material penyerap radar. Pada F-22, selain pemakaian material penyerap radar, bentuk dan rupa F-22 juga dirancang khusus, dan detil lain seperti cantelan pada pesawat dan helm pilot juga sudah dibuat agar lebih tersembunyi.F-22 juga dirancang untuk mengeluarkan emisi infra-merah yang lebih sulit untuk dilacak oleh peluru kendali "pencari panas".
Namun, F-22 tidak tergantung pada material penyerap radar seperti F-117 Nighthawk. Penggunaan material ini sempat memunculkan masalah karena tidak tahan cuaca buruk. Dan tidak seperti pesawat pengebom siluman B-2 Spirit yang membutuhkan hangar khusus, F-22 dapat diberikan perawatan pada hangar biasa. Selain itu, F-22 juga memiliki sistem yang bernama "Signature Assessment System", yang akan menandakan kapan jejak radar pesawat sudah tinggi, sampai akhirnya membutuhkan pembetulan dan perawatan.
Pemakaian afterburner juga membuat emisi pesawat lebih mudah ditangkap oleh radar, ini diperkirakan adalah alasan mengapa pesawat F-22 difokuskan untuk bisa memiliki kemampuan supercruise.

Spesifikasi F-35

The primary purpose of the F-35 Joint Strike Fighter (JSF) is to fulfill the ground attack duties now performed by aircraft like the F-16 Fighting Falcon and F-18 Hornet, and AV-8B Harrier. In other words, the JSF is often referred to as a "bomb truck" that will attack ground targets once the skies have been cleared of any enemy fighter threat by dedicated air superiority fighters like the F-22 Raptor and F-15 eagle
The biggest driver behind the overall design of the JSF is affordability. The military needs to purchase a large quantity of this class of aircraft to complement larger and more capable planes like the F-22 and F-18E/Super Hornet that are too expensive to buy in large quantities.
It is these two factors--its mission as a ground attack platform and the need for low cost--that largely dictate the size, layout, and weapons carriage capabilities of the F-35.

X-35 research plane and prototype for the F-35 JSF
X-35 research plane and prototype for the F-35 JSF
Since the F-35 is primarily intended to be a replacement for the F-16, it is not surprising that the JSF is of roughly the same overall dimensions as the older craft. The F-22, by comparison, is much larger and comparable in size to the F-15 that it was designed to replace. The overall sizes of the F-16, F-22, and the conventional takeoff and landing (CTOL) version of the F-35 that will be purchased by the US Air Force are compared below.

Comparison of the F-16, F-35, and F-22
Comparison of the F-16, F-35, and F-22
It is also not surprising that the weapons to be carried by both the F-35 and F-22 are comparable to those carried by the F-16 and F-15, respectively. Both the F-15 and F-22 were designed primarily for air-to-air combat and feature a corresponding weapons load of air-to-air missiles. As discussed in a previous question about the F, the aircraft is equipped with four internal bays. Two small side bays are designed for the short-range AIM-9M Sidewinder air-to-air missile while the two center bays were each sized around three medium-range AIM-120C AMRAAM missiles. The F-35, being a much smaller aircraft, has only two center bays. The location and size of these two bays, as well as six external wing pylons, can be seen in the following image. The diagram compares the weapons stations on the CTOL and largely identical short takeoff and landing (STOVL) variants of the JSF versus the carrier-based (CV) model that has a larger wing. Note that the bays of the F-35B STOVL variant were redesigned in late 2004 and are now 14 inches shorter, and perhaps reduced in width, compared to the F-35A CTOL model. This decision was made to reduce the weight of the F-35B in order to meet more important performance goals. Otherwise, the following diagram remains accurate.

General layout of weapons bays and external hardpoints on the JSF variants
General layout of weapons bays and external hardpoints on the JSF variants
Compared to the JSF, the F-22 Raptor is indeed larger in size and internal volume. Nevertheless, the F-22 suffers from one key limitation. Its center bays were designed around the AIM-120 AMRAAM that is only about 12 ft (3.65 m) in length and has a maximum fin span of about 1.5 ft (0.45 m). These dimensions are quite sufficient for the aircraft's primary role as an air superiority fighter. However, the end of the Cold War forced the Air Force to change priorities and give the F-22 a stronger ground attack capability. Unfortunately, most air-to-ground weapons are significantly longer, wider, taller, and heavier than the AIM-120, making it difficult to integrate such weapons into the F-22 bays. The only weapon that has been integrated so far is the GBU-32 JDAM, a GPS-guided bomb that is about 10 ft (3.05 m) in length and is based on the 1,000 lb (455 kg) Mk-83 general purpose bomb.
Most air-to-surface weapons are in the 2,000-lb (910 kg) class, however, but these weapons are usually around 12.5 to 14 ft (3.80 to 4.25 m) long and too large to fit within the F-22. Bearing these limitations in mind, JSF designers purposefully sized the two internal bays around these larger 2,000-lb class weapons. The two weapons that have predominantly dictated the overall length and depth of the bays are the AGM-154 JSOW and the GBU-31 2,000 lb (910 kg) version of JDAM.

F-35 weapons bay
F-35 weapons bay
Each bay contains two weapons stations, as shown above. Air-to-ground stores like JSOW and JDAM are carried on the outboard station. Air-to-air weapons can also be carried in this position but are carried primarily on the inboard station that is specifically dedicated to that purpose. One of the unique features of the design is that the air-to-air station swings out on a hinged rail as the inboard bay door opens.
The list of weapons that the JSF will carry when it enters service has not yet been finalized. However, it has been decided that all variants will be cleared to carry the same selection of weapons regardless of whether or not each user actually intends to arm its planes with that weapon. For example, the Navy CV variant will be cleared to carry the Wind Corrected Munitions Dispenser (WCMD) even though only the Air Force has that weapon in its inventory. Similarly, all US aircraft will be compatible with the ASRAAM air-to-air missile that only the United Kingdom plans to carry on its planes. The decision to clear all variants with the same weapon loads was made in order to simplify integration requirements, maintain commonality, and lower overall development costs. Note that the above statements are no longer entirely true since the bays of the F-35B STOVL version have been reduced in size as mentioned earlier. As a result, the F-35B is no longer compatible with JSOW and 2,000 lb JDAM weapons. The largest weapon this F-35 variant can carry internally is the GBU-32 1,000 lb version of JDAM. A list of the weapons that are currently planned for internal carriage on the F-35 is shown below.

F-35 internal weapons
F-35 internal weapons
Not included in this diagram are weapons in source selection as of this writing that are to be added to the internal carriage list. These weapons include the American GBU-39 Small Diameter Bomb, of which four can be carried on the air-to-ground station in each bay, and a new 500 lb laser guided bomb for the British (ultimately won by the Paveway IV). Another possible addition is a new variant of JDAM being considered by the US that will add a digital scene matching capability for improved accuracy.
The F-35 also has six external pylons, three under each wing. The inboard station is designed for up to 5,000 lb (2,265 kg) loads and will most likely be used to carry external fuel tanks. The pylon can carry 2000-lb class air-to-ground weapons as well. The midboard pylon is also primarily intended for air-to-ground weapons and can carry up to 2,500 lb (1,135 kg). The surface attack weapons compatible with these two pylons include many of the same ones carried internally as well as additional stores that are too large to fit in the bays. The outboard station on each wing, however, is a dedicated air-to-air station carrying up to 300 lb (135 kg) and designed specifically for short-range infrared guided missiles like AIM-9X Sidewinder. A list of weapons currently planned for external carriage is illustrated below. Note that training bombs have not been included in this list.

F-35 external weapons
F-35 external weapons
You also ask about whether the aircraft has a gun, and the answer depends on what variant you ask about. The Air Force's CTOL model is the only version carrying an internal gun. The GAU-12 25-mm cannon is mounted above the engine inlet on the left side of the plane, as shown in the diagram below.

Internal gun carried by the F-35 CTOL variant
Internal gun carried by the F-35 CTOL variant
The Navy and Marines, meanwhile, have both opted for a specialized external gun pod on their CV and STOVL variants. The same GAU-12 cannon is carried, but in a special tear-drop pod that can be mounted on a dedicated centerline pylon between the aft portion of the weapons bays. The pod is unique in that it employs stealth characteristics and should allow the aircraft to maintain low observability. Other advantages of the gun pod include room for a larger ammunition supply and the ability to remove the pod on missions where a gun is not necessary.

Optional external gun pod that can be carried by the F-35 CV and STOVL variants
Optional external gun pod that can be carried by the F-35 CV and STOVL variants
A number of sources indicate that the Mauser BK27 27-mm cannon will be carried on the F-35 instead of the GAU-12, but this information is inaccurate. The BK27 is commonly used on European fighters and was the leading candidate to be integrated aboard the JSF. Rights to manufacture the BK27 in the US had been sold to the Ordnance Division of Boeing, a division that is now part of Alliant Techsystems (ATK). The subcontract to develop a cannon for the F-35 became a competition between the BK27 offered by ATK and the GAU-12 manufactured by General Dynamics Armament and Technical Products (GDATP). The GAU-12 was eventually named the winner of the contract, but the decision is not without controversy as most observers feel the BK27 is the superior choice.
The information we gave gathered here is the latest available, but bear in mind that the Joint Strike Fighter design has not yet been finalized. The wish list of weapons that the various services originally asked to be put on the aircraft was enormous and would require tremendous time and cost to fulfill. As a result, the requirements are still under review, and the list has already been pared down significantly to focus on the most critically needed weapons.
Already eliminated from the list of internally carried stores are older unguided weapons like the Mk 82/83/84 general purpose bombs since it is very unlikely that the services would need to send the plane on a stealthy mission while carrying such archaic weapons. External stores that have been eliminated, or at least postponed, include the AGM-84 Harpoon and SLAM-ER, UK laser guided bombs, rocket pods, mines, and various data link, ECM and reconnaissance pods. Maverick and HARM may also be dropped because they do not currently comply with standard 1760 interface requirements.
Also note that production plans for the Joint Common Missile were cancelled in late 2004, and this weapon will no longer be carried by the F-35. Furthermore, the Navy has decided not to purchase JASSM, and it seems likely the Navy would want to integrate SLAM-ER onto the F-35 in its place

Sabtu, 26 Februari 2011

Spesifikasi Su-47


Sukhoi Su-47 Berkut (Golden Eagle) adalah pesawat prototipe buatan Sukhoi Rusia, pesawat ini adalah percobaan untuk proyek pesawat tempur berkemampuan supersonik. Keunikan dari pesawat jet ini adalah sayap utamanya yang tak biasa, sayapnya dalam posisi dibalik (lihat gambar). Tapi pesawat aneh ini cuma berstatus experimental, jadi tidak ada seekorpun yang masuk dinas Angkatan Udara. Pesawat ini berharga US$ 70 juta.
SPESIFIKASI Su-47 BERKUT
Crew: 1
Panjang: 22,6 m (74 ft 2 in)
Lebar sayap: 15,16 m ke 16,7 m (49 ft 9 in to 54 ft 9 in)
Tinggi: 6,3 m (20 ft 8 in)
Wing area: 61,87 m² (666 ft ²)
Berat kosong: 16.375 kg (36.100 lbs)
Loaded weight: 25.000 kg (55.115 lb)
Max takeoff weight: 35.000 kg (77.162 lbs)
Powerplant: 2 × Lyulka AL 37FU (direncanakan) prototip terbang digunakan 2 Aviadvigatel D-30F6 afterburning
Kecepatan maksimum: Mach 2,34 [2] (2500 kmh, 1552 mph)
, Pada permukaan laut: Mach 1,31 (1.400 km / h, 870 mph [1])
Range: 3.300 km (2.050 mil)
Wing loading: 360 kg / m² (79,4 lb / ft ²)
PERSENJATAAN Su-47 BERKUT
Senapan mesin: 1 × 30 mm GSH-30-1 150 putaran
Missiles: 14 hardpoints
Missile Udara-ke-udara: R-77, R-77PD, R-73, K-74
Missile Udara-ke-permukaan: X-29T, X-29L, X-59M, X-31P, X-31A, KAB-500, KAB-1500

Sepesifikasi dari SU-37 Super Flanker


www.airforce-technology.com/projects/su37/images/su-37_2.jpg

www.airforce-technology.com/projects/su37/images/su-37_5.jpg

www.airforce-technology.com/projects/su37/images/su-37_9.jpg

www.flymig.com/aircraft/Su-37/3veiw.gif


HISTORY:
First Flight 2 April 1996
Service Entry
mid-2005s

CREW: 1 pilot

ESTIMATED COST:
unknown

AIRFOIL SECTIONS:
Wing Root unknown
Wing Tip
unknown

DIMENSIONS:
Length 72.83 ft (22.22 m)
Wingspan 48.17 ft (14.70 m)
Height 21.08 ft (6.43 m)
Wing Area 666 ft2 (62.0 m2)
Canard Area
unknown

WEIGHTS:
Empty 40,785 lb (18,500 kg)
Typical Load 56,590 lb (25,670 kg)
Max Takeoff 74,955 lb (34,000 kg)
Fuel Capacity 29,540 lb (13,400 kg)
Max Payload
17,640 lb (8,000 kg)

PROPULSION:
Powerplant two Saturn/ Lyul'ka AL-31FU afterburningturbofans
Thrust unknown

PERFORMANCE:
Max LevelSpeed at altitude: 1,490 mph (2,400 km/h)at 32,780 ft (10,000 m), Mach 2.3
at sea level:unknown
cruise speed: 870 mph (1,400 km/h) at 32,780 ft (10,000m)
Initial ClimbRate 45,235 ft (13,800 m) / min
ServiceCeiling 59,055 ft (18,000 m)
Range typical: 1,730 nm (3,200km)
ferry: 3,505 nm (6,500 km)
g-Limits +9

ARMAMENT:
Gun one 30-mm GSh-301 cannon (149 rds)
Stations twelve external hardpoints and two wingtiprails
Air-to-AirMissile R-27/AA-10 Alamo, R-73/AA-11 Archer,R-77/AA-12
Air-to-SurfaceMissile unknown
Bomb unknown
Other rocket pods, ECM pods


The Su-37 multi-role, all-weather fighter aircraft demonstrator is the latest member of a family of aircraft based on the Su-27, which was developed in 1977 by the Sukhoi Experimental Design Bureau in Moscow and is in service with the Russian Air Force and a number of other countries. This family also includes the Su-27UB, Su-30, Su-33, Su-32FN and Su-35, and has the NATO codename Flanker.

The new feature of the super-manoeuvrable Su-37 fighter is the two-dimensional thrust vector control engines, which allow the aircraft to recover from spins and stalls at almost any altitude, while it is also equipped with full digital fly-by-wire controls.

The first flight of the Su-37 prototype was in April 1996, with a public appearance at the Mosaero show. This was followed by a demonstration flight at the Farnborough Í96 Airshow. The aircraft demonstrated new manoeuvres, such as the ability to point the nose away from direction of flight for sustained periods, rotating the nose through 360 degrees and recovering from tail slide by rolling into an entirely different plane. State funding for the aircraft was withdrawn for a time, but it was restored in 1999 and Su-37 is undergoing flight testing.

COCKPIT
www.airforce-technology.com/projects/su37/images/su-37_7.jpg

The cockpit is fitted with four liquid crystal displays for tactical and navigation data, onboard system monitors, and operating conditions control panel. The pilot has a side short-travel control stick instead of a central stick, an avionics control handle and strain-gauging (pressure-to-throttle) engine thrust controls. Avionics for the aircraft will be produced by Kronstadt, St Petersburg.

WEAPONS
www.airforce-technology.com/projects/su37/images/su-37_3.jpg

The Su-37 can carry up to 14 air-to-air missiles and up to 8000kg of ordnance. The twelve external hardpoints can carry air-to-air missiles, air-to-surface missiles, bombs, rockets and an ECM (electronic countermeasures) pod. The aircraft is fitted with one GSh-301 30mm gun with a maximum rate of fire of 1,500 rounds per minute.

The aircraft can be equipped with Vympel R-73E short-range air-to-air missiles with infrared terminal homing and RVV-AE long-range air-to-air missiles with active radar guidance. R-73E (NATO codename AA-11 Archer) is an all-aspect, close-combat missile capable of engaging targets in tail-chase or head-on mode at altitudes between 0.02 and 20km, and target g-load to 12g. The Vympel RVV-AE (AA-12 Adder) air-to-air missile, also known as the RR-77, can intercept targets at speeds up to 3,600kph and altitudes from 0.02 to 25km.

The Su-37 can be fitted with air-to-surface missiles such as the Kh-25 (AS-12 Kegler) short-range missile and Kh-29 (AS-14 Kedge) with a 317kg penetrating warhead.

SENSORS
www.airforce-technology.com/projects/su37/images/su-37_4.jpg

The aircraft is fitted with a multifunction, forward-looking, NO-11M pulse Doppler phased array radar, which can track up to 15 targets simultaneously and provide target designation and guidance to air-to-air missiles. NO-11M is manufactured by NIIP, the Tikhomirov Scientific Research Institute of Instrument Design. There is also a rear-looking NIIP NO-12 radar and optronic fire-control and surveillance system.

There are also systems for terrain-following and terrain-avoidance, mapping and multichannel employment of guided weapons.

ENGINES
www.airforce-technology.com/projects/su37/images/su-37_8.jpg

The Su-37 is powered by two AL-31FU TVC (thrust vector control) turbofan engines. This engine was developed by the Lyulka Engine Design Bureau (NPO Saturn) and is a derivative of the AL-31F twin-shaft turbofan engine on the Su-27. The modular design includes a four-stage, low-pressure (LP) compressor, nine-stage, high-pressure (HP) compressor, annular combustion chamber and single-stage LP and HP turbines, afterburner and mixer. Each engine provides 83.36kN thrust and 142kN with the afterburner and is steerable from 15 to +15 degrees along the vertical plane.

The thrust vector control is fully integrated into the digital flight control system. The TVC nozzle can be deflected both synchronously and differentially, depending on manoeuvre. The nozzle is connected to the annular swivel and can be moved in the pitch plane by two pairs of hydraulic jacks. The thrust vector control allows manoeuvres at speeds nearing zero without angle-of-attack limitations. The vectoring controls can be operated manually by the pilot or automatically by the flight control system.

Jumat, 25 Februari 2011

Pussenkav Ujicoba AMX-13 Upgrade


Prototipe tank ringan AMX-13 TNI-AD hasil retrofit yang sedang diuji coba (all photos : Pussenkav)
Sejalan dengan kebijakan untuk pemenuhan Satuan Kavaleri yang akan dibentuk dan Rematerialisasi pada Satuan kavaleri yang telah ada maka Kavaleri TNI-AD akan memperoleh 243 tank baru dan tank hasil upgrade dalam kurun waktu 2010-2014.
Adapun tank baru yang akan diakuisi terdiri dari 65 unit tank tempur utama (main battle tank), 53 tank tempur medium, dan 60 panser kanon medium. Penjajakan masih dilakukan pada tank tempur utama dan medium, sedangkan untuk panser kanon telah dilakukan kerjasama dengan Korea Selatan dengan basis kendaraan 6x6 Blackfox.


Adapun tank yang akan dilakukan upgrade atau retrofitting adalah tank ringan AMX-13 sebanyak 65 unit. TNI Angkatan Darat saat ini mengoperasikan tank ringan AMX-13 dalam jumlah yang cukup banyak berkisar 200-300 unit dengan kanon 75 dan 105mm.


Website resmi Pussenkav baru-baru ini merilis mengenai ujicoba tank AMX-13 hasil retrofitting. Tampak dalam gambar prototipe tank upgrade tersebut mempunyai kanon baru dan peralatan bidik baru. Apabila prototipe ini telah memenuhi persyaratan TNI AD maka retrofit terhadap 65 tank ringan AMX-13 dapat segera dilakukan

PT DI Gandeng EADS-CASA Produksi Pesawat C295

C-295 lebih Panjang Bila dibandingkan 3m CN-235 terbang Yang terlihat di belakangnya. (Foto: Airforce Teknologi)

Jakarta (ANTARA News) - PT Dirgantara Indonesia (Persero) bekerjasama Artikel Baru Pesawat eropa pabrikan asal, Penerbangan Eropa Pertahanan dan Space (EADS)-CASA akan Membuat jenis dan Militer Pesawat C295.
"Tahap akhir Kita akan menawarkan pembuatan Pesawat jenis dan C295 Suami untuk keperluan TNI Yang akan mengganti jenis dan Pesawat Fokker 27,. Pesawat C295 merupakan jenis dan derivatif Dari C235" kata Direktur Utama PT DI, Budi Santoso di Kantor Press BUMN, Jakarta, Rabu.

Menurut Budi, kapasitas Produksi PT DI untuk pembuatan Pesawat jenis dan C295 Bisa mencapai 12 unit per tahun.

Menurut Budi, PT DI years sejak 1974 ketika Masih Bernama Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) Sudah melakukan Kerjasama Artikel Baru CASA, pabrikan Pesawat asal Spanyol untuk Komponen Membuat, sebaliknya CASA membantu PTDI Dari Sisi permesinan.

Namun, besarbesaran mengakui Kerjasama tersebut sempat terhenti beberapa PADA periode.

"Belakangan Dilaporkan dilakukan Kerjasama Yang ditandai pengalihan Artikel Baru Dari Pabrik Pesawat CASA Spanyol ke Bandung," ujarnya.

EADS tertarik merealisasikan Artikel Baru Kerjasama PT DI KARENA ongkos Produksi di eropa lebih Mahal ketimbang di Indonesia.

Ia menambahkan Mulai years 2011 pihaknya akan memproduksi Pesawat jenis dan C212 untuk memenuhi pesanan Dari Thailand, Vietnam dan Korea Selatan.

Meski begitu Budi regular tidak merinci berapa biaya Besar Investment pengadaan Pesawat jenis dan jenis dan C295 maupun C212.

"Kami menunggu hasil penawaran Masih pesanan Dari TNI,. Sedangkan modalnya akan Dibuat dipenuhi EADS" ujarnya.

Kerjasama didasarkan Yang PADA Prinsip bagi hasil tersebut, namun PT DI akan menyanggupi tingkat Komponen KESAWAN Negeri (TKDN) hingga 40 persen. (R017/S006) 

Sabtu, 19 Februari 2011

LAPAN Tetapkan Enggano Sebagai Tempat Peluncuran Roket Satelit

BENGKULU - Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) menetapkan tiga titik lokasi paling cocok untuk peluncuran roket yaitu daerah Tanjung Komang, Kiyoyo dan Tanjung Laboho, Bengkulu.

Penetapan lokasi itu atas persetujuan bersama Balai Penelitian Pengembangan, Bappeda, Badan Lingkungan Hidup, Dishubkominfo dan BKSDA Bengkulu, kata Kepala Balitbang Provinsi Bengkulu Winarkus, di Bengkulu, Jumat (18/2).

Daerah tersebut dipilih karena jauh dari pemukiman penduduk dan dekat dari permukaan laut.

"Lokasi disepakati berada pada ketinggian 20 meter dari permukaan air laut, sehingga lebih aman dan efektif bagi peluncuran," katanya.

Lokasi tersebut semuanya berada jauh dari pemukiman warga, tepatnya di daerah Selatan pulau Sebatik atau berada di selatan Pulau Enggano. Pemukiman penduduk berada di utara Pulau Enggano.

Namun, jalan menuju lokasi peluncuran roket itu belum didukung infrastruktur jalan dan listrik, meskipun lahan yang dibutuhkan cukup satu hektare ditambah lahan penyangga sebagai daerah pengaman sekitar 200 hektare.

Lahan di Tanjung Laboho termasuk kawasan taman buru yang dilindungi sehingga Balai Konservasi Sumber daya alam (BKSDA) Provinsi Bengkulu perlu menerbitkan rekomendasi.

Di dalam rekomendasi tersebut disebutkan bahwa jalur di dalam taman buru harus terlebih dulu mendapat persetujuan dari Menteri kehutanan dan DPR.

"Semua perizinanannya kita serahkan kepada mereka, LAPAN juga berada di pusat," kata Winarkus.

Sebelumnya Ketua Bappeda Provinsi Bengkulu Ir.HM.Nashsya mengatakan, lokasi itu tidak saja untuk satelit tapi juga untuk pengamanan wilayah Barat Pulau Sumatera.

Winarkus mengatakan bahwa perakitan dan peluncuran roket akan dilakukan di Pulau Enggano. Selama ini perakitan dilakukan di Serpong Banten dan diluncurkan di Garut.

"Kami bersyukur Pulau Enggano terpilih menjadi lokasi peluncuran roket karena banyak juga daerah lain yang menawarkan misalnya daerah Biak," katanya.

Satelit yang bakal diluncurkan di Pulau Enggano itu beratnya sekitar 3,8 ton dengan target ke orbit polar, namun belum diketahui ketinggian daya jelajahnya.

Biaya pembangunan tempat peluncuran roket sudah disiapkan oleh LAPAN dan memerlukan dana sekitar Rp40 triliun dan saat ini baru tahap survei awal.

"Hasil survei awal akan kita informasikan kepada mereka, nanti mereka akan melakukan pengkajian lebih mendetil, termasuk sosialiasi dengan masyarakat daerah itu," ujarnya.

Kepala Tata Usaha BKSDA Provinsi Bengkulu Supartono mengatakan, tim dari instasninya akan turun ke lokasi Enggano untuk mengecek lokasi yang disepakati sebagai lahan peluncuran roket LAPAN.

DPR : Batalkan Hibah f-16, Percepat Proyek Pesawat Tempur KF-X

Komisi I DPR meminta Kementerian Pertahanan membatalkan rencana menerima hibah dua skuadron pesawat tempur F-16 dari Amerika Serikat.

Daripada menerima hibah tersebut, Kementerian Pertahanan disarankan untuk mempercepat proyek pembuatan pesawat tempur nasional KF-X bekerja sama dengan Republic of Korea Air Force (ROKAF).

"Sebaiknya di-cancel-lah, karena kita beli, bukan produksi atau join production dengan Amerika. Sedangkan, ‎yang dengan Korsel kita sudah sepakati join production dan join investation," ujar anggota Komisi I DPR Ramadhan Pohan kepada INILAH.COM, Rabu (16/2/2011).

Wasekjen DPP Partai Demokrat ini menjelaskan, berdasarkan kebijakan revitalisasi industri pertahanan yang dicanangkan Presiden SBY, pengembangan pesawat tempur nasional harus menjadi skala prioritas.

"Maka sebaiknya persetujuan tersebut di-cancel karena bertentangan dengan kebijakan politik pertahanan negara. Yang lalu dicanangkan presiden soal kebijakan revitalisasi industri pertahanan," tegasnya.

Seperti diberitakan, Indonesia dengan Korea Selatan memiliki proyek ambisius pembuatan pesawat tempur KF-X yang rencananya akan dirilis pada 2020.

Proyek ini membutuhkan biaya sekitar 8 miliar USD, dari total biaya yang diperlukan, Indonesia menanggung sebesar 20 persen. Kemudian Indonesia akan memperoleh sebanyak 50 jet tempur KF-X.

Kemampuan tempur KF-X dirancang lebih baik daripada pesawat tempur F-16. Jem tempur KF-X diproyeksikan memiliki radius serang lebih tinggi 50 persen dari F-16.

Pesawat KF-F dirancang lebih panjang daripada F-16. Rentang sayapnya pun lebih lebar daripada F-16. Begitu pula kemampuan menampung bahan bakar KF-X lebih banyak daripada F-16. 


Kemampuan Dan Teknologi indonesia Sudah Bisa Buat Dan Menguasai F-16


Pengamat penerbangan Dudi Sudibyo mengatakan Indonesia sangat diuntungkan dengan adanya hibah dua skuadron pesawat tempur F-16 dari pemerintah AS.
Kendati demikian, pemerintah tetap harus terus mendorong proyek pengembangan pesawat tempur buatan nasional KF-X dengan Korea Selatan.

"Karena yang bekas ini kan sudah dimuktahirkan pesawatnya. Jadi, kalau kita mau kembangkan KF-X itu memang sudah ongkos kita. Tapi, pesawat ini (F-16) kan sudah dimuktahirkan, saya kira tidak ada masalah itu. Indonesia sudah punya pengalaman dengan pesawat F-16," kata Dudi Sudibyo saat dihubungi INILAH.COM.

Menurut Dudi, untuk proyek pengembangan pesawat tempur dengan Korea Selatan, hal tersebut belum bisa dikatakan untung atau ruginya. "Kalau KF-X yang kita kerja sama dengan Korea itu kan kita harus keluarkan dana untuk mendapatkan 50 pesawat, tapi 50 pesawat itu jangan cuma lihat 50 saja, nanti anggaran bisa membengkak. padahal ini pasarnya belum jelas. Dan di sini Korea pintar juga tanpa keluarkan uang banyak, Korea sudah dapat klien," katanya.

Sementara untuk F-16, untuk saat ini bisa dikatakan Indonesia sangat beruntung. Karena menurutnya berdasarkan pengakuan dari produsen F-16, Indonesia sudah mampu membuat F-16 sendiri.
"Karena waktu indonesia bikin offset diakui oleh Amerika merupakan yang terbaik dari yang lainnya. Artinya secara kemampuan dan teknologi kita sudah bisa buat dan menguasai," jelasnya.

Kehebatan Ambush Class (kapal selam terbesar inggris)


Inggris meluncurkan kapal selam terbarunya, Kamis (16/12/10) di Barrow-in-Furness di Cumbria. Kapal selam berbiaya 1,2 miliar poundsterling atau sekitar Rp 22,5 triliun itu diklaim sebagai kapal selam terbesar yang pernah dibuat Inggris.

Kapal selam bernama Ambush ini memiliki ukuran 50 persen lebih besar dari pendahulunya, Swiftsure dan Trafalgar. Panjangnya lebih kurang 291 kaki, setara dengan panjang lapangan sepak bola.

Hebatnya, kapal selam ini mampu mengubah air laut menjadi oksigen dan air tawar sehingga mampu mempertahankan 98 kru-nya tetap hidup. Selain itu, kapal selam ini juga nyaris tak bersuara sehingga tak mudah dideteksi musuh.

Sonar dan radar kapal selam Ambush bisa mendeteksi kapal lain yang berjarak 3.000 nautikal mil (5.556 kilometer). Jadi, jika berada di wilayah laut yang memisahkan Inggris dengan Perancis, kapal selam ini bisa mendeteksi kapal yang berada di New York, AS.

Kapal selam ini tak butuh pengisian ulang bahan bakar dan bisa menyerang menggunakan misilnya hingga sejauh 1.000 mil (1.609 kilometer). Yang terhebat, misi kapal selam biasanya hanya 10 minggu, tetapi secara teori kapal selam ini bisa bertahan di dalam air tanpa perlu muncul ke permukaan seumur hidupnya, 25 tahun.

Ambush nantinya akan membawa 38 misil, yakni misil penjelajah Tomahawk yang punya daya jelajah hingga 1.240 mil (1.996 kilometer). Selain itu, kapal selam ini juga akan dilengkapi dengan torpedo kelas berat untuk menghancurkan kapal dan kapal selam lain.

Mesinnya yang bertenaga nuklir bisa menggerakkan kapal dengan kecepatan hingga 20 knot, memungkinkan kapal menempuh jarak 500 mil (805 kilometer) sehari. Saking besarnya, energi nuklirnya dikatakan bisa menghidupi seluruh kota Southampton.

Ambush akan diluncurkan dan dinamai secara resmi oleh Lady Anne Soar, istri Kepala Panglima Angkatan Laut Sir Trevor Soar. Selanjutnya, kapal selam berukuran 7.400 metrik ton ini akan diujicobakan.

Sekadar diketahui, kapal selam ini bisa membawa 98 kru. Selain itu, Ambush juga dilengkapi gudang yang bisa menyimpan makanan untuk kebutuhan selama tiga bulan, terdiri dari 18.000 sosis dan 4.200 bungkus sereal Weetabix.
       
  
 
 
 

Indonesia Mampu Melakukan Reverse Engineering Persenjataan Modern

Indonesia mempunyai letak geografis sangat strategis di antara dua benua dan dua samudra. Selat Malaka, Sunda, dan Lombok adalah beberapa dari selat yang sangat strategis di dunia.

Lihat saja Selat Malaka yang dilewati sekitar 1/5 sampai 1/4 dari perdagangan laut dunia dan 1/2 dari minyak dunia yang diangkut oleh kapal tanker raksasa (Rahakundini, 2011). Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih dari 17.000 pulau, mempunyai luas lautan sekitar 5,8 juta kilometer persegi. Indonesia mempunyai sumber daya alam (SDA) melimpah baik di daratan maupun di lautan yang terdiri dari mineral barang tambang, energi dan hasil laut.

Sumber daya ini berpotensi memunculkan konflik dengan negara tetangga di pulau terluar dan daerah perbatasan. Namun, kondisi geografis Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau yang dipisahkan oleh laut dengan jarak berjauhan membuat Indonesia menghadapi ancaman yang berbeda. Indonesia memerlukan angkatan bersenjata yang kuat dengan didukung peralatan militer yang tangguh sehingga mampu menjaga teritorial negara kesatuan Republik Indonesia.

Kemampuan persenjataan Indonesia tidak sebanding dengan luasnya wilayah kepulauan, jika dibandingkan dengan negara tetangga. Sebagai contoh jumlah pesawat jet tempur modern berdasarkan data dari Center for Strategic and International Studies (Cordesman & Kleiber, 2006), Indonesia mempunyai Sukhoi Su-30 (2 buah), Su-27 (2 buah) dan F-16 (10 buah), Malaysia mempunyai MIG-29 (16 buah),Singapura mempunyai F-16 (44 buah) dan E-2C (4 buah), sedangkan Thailand mempunyai F- 16 (50 buah). Indonesia menghadapi buah simalakama di sektor ini.

Peralatan militer yang kuat memerlukan anggaran yang besar. Dengan banyaknya agenda pembangunan dan prioritas agenda pembangunan sektor yang lain, pemerintah mengalokasikan anggaran militer yang terbatas. Realisasi anggaran Kementrian Pertahanan (Kemhan) tahun 2010 hanya Rp42,9 triliun, sedangkan untuk tahun 2011, anggaran pertahanan naik 10,72% menjadi Rp47,5 triliun atau 3,86% dari APBN tahun 2011 (SINDO, 31/ 12/2010).Sementara untuk anggaran modernisasi dan pemeliharaan alat utama sistem senjata (alutsista) direncanakan sebesar Rp150 triliun sampai tahun 2014.

Industri Militer

Indonesia mempunyai pengalaman pahit ketika Amerika Serikat (AS) mengembargo peralatan senjata dan kerja sama militer dengan Indonesia dari tahun 1999 s/d 2005. Dengan embargo tersebut, akhirnya Indonesia membuka kembali hubungan baik dengan Rusia untuk meningkatkan kemampuan persenjataan dengan membeli jet tempur Sukhoi sebagai pengganti F-16. Pengalaman pahit lainnya menimpa Indonesia dengan lepasnya Sipadan dan Ligitan pada 17 Desember 2002 ke Malaysia yang ada hubungannya dengan sumber daya mineral.

Padahal sebelumnya kedua negara menyepakati untuk status quo.Konflik perbatasan dengan Malaysia dan negara tetangga lainnya berpotensi sering terjadi seiring dengan ditemukannya sumber mineral dan energi yang sangat berharga di masa datang Belajar dari pengalaman pahit dan untuk mengoptimalkan anggaran alutsista, dibutuhkan kemandirian teknologi militer di mana sebagian alutsista yang sebelumnya direncanakan diimpor mulai untuk dapat diproduksi di dalam negeri.

Industri militer memerlukan fasilitas peralatan industri berat (heavy industry).Fasilitas yang telah dimiliki oleh PAL,PTDI (IPTN),dan Pindad jauh lebih baik dibandingkan dengan negara-negara tetangga ASEAN. Kemandirian teknologi militer akan meningkatkan kemandirian teknologi lainnya. China dapat kita jadikan contoh. Negara ini mempunyai tujuan jangka panjang untuk mandiri dalam memproduksi peralatan militer dan tidak tergantung dari negara lain untuk memodernisasi persenjataan.

Setelah 20 tahun berusaha, China menjadi negara ketiga terbesar dunia sebagai produsen kapal sipil-komersial (RAND, 2005). Porter dan Forester (2001) menyimpulkan bahwa penguasaan teknologi China dimulai dengan kemandirian pengembangan teknologi pertanian dan teknologi peralatan militer dan persenjataan. Sejarah mencatat bahwa peralatan militer perang dunia kedua dibuat oleh perusahaan yang kita kenal sekarang ini seperti Boeing, General Motor, Fiat, Ansaldo, Renault, Daimler, Volkswagen, Krupp, Hitachi, Hino, Mitsubishi Heavy Industries dan lainnya.

Fakta lainnya bahwa perang dunia kedua berakhir setelah Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom atom pada tahun 1945. Nagasaki dipilih sebagai target untuk dibom karena terdapat dua pusat industri perang yang sangat besar yang dipunyai Mitsubishi Heavy Industries (Laromkarnvapen, 2008). Penguasaan teknologi militer tidaklah mudah, karena harus mempunyai kemampuan desain engineering yang memerlukan pengalaman panjang dan akumulasi know how.

Cara yang paling singkat adalah dengan melakukan reverse engineering sebagaimana dilakukan Korea, Taiwan, Jepang pada awal perkembangannya dan diikuti oleh China yang lebih agresif. China dalam membangun persenjataannya dengan membuat sendiri, membeli dari negara lain, mengimpor beberapa senjata modern kemudian melakukan reverse engineering dan memproduksinya (Yung, 2003).

Proses reverse engineering yang dilakukan adalah dengan mengimpor beberapa persenjataan modern, kemudian mempelajari cara kerjanya, membuat desain dan spesifikasi untuk prototipe model, membuat fisik model, training teknisi, tes dan evaluasi prototipe, setelah itu melakukan produksi.

Kita Jelas Mampu

Potensi untuk meniru hal yang dilakukan China sangat besar. Banyak fasilitas industri berat yang dimiliki swasta seperti Texmaco, Tjokro, Bukaka dan beberapa fabrikator besar lain. Adapun kelompok industri BUMN yang mempunyai kemampuan untuk mendukung produksi peralatan militer adalah PT PAL, PT Dirgantara Indonesia, PT Len Industri, Dahana, Pindad, Barata, dan Krakatau Steel.

Perusahaan-perusahaan tersebut di era Menristek BJ Habibie termasuk dalam industri strategis. Industri pertahanan yang utama (alutsista) adalah: pesawat terbang, perkapalan, misil, IT dan elektronika pertahanan. BUMN dalam kelompok industri strategis. Dengan melakukan reverse engineering, dalam waktu yang tidak terlalu lama akan menguasai rancang bangun industri pertahanan, karena industri strategis tersebut sebelumnya sudah mempunyai banyak pengalaman. Pertama, industri pesawat militer.

PT DI yang sebelumnya bernama IPTN telah memiliki pengalaman untuk membuat pesawat militer CN-235, NC-212, helikopter, komponen Airbus, Boeing, Fokker, F-16, membuat persenjataan roket dan torpedo. Sempat membuat prototipe pesawat komersial N250 dengan mesin turboprop dan merencanakan pembuatan pesawat jet N-2130. Sayang keduanya berhenti pengembangannya ketika krisis moneter 1997.

Pada 2010 Indonesia membuka kerja sama kembali dengan Korea Selatan yang sebelumnya tertunda, berkaitan dengan rencana produksi bersama, riset hingga terbentuknya prototipe pesawat tempur KF-X. Pesawat single seat bermesin ganda ini adalah jenis pesawat siluman (stealth) yang kemampuannya di atas pesawat Dassault Rafale atau Eurofighter Typhoon dan pesawat F-16 Block 60.

Apabila PT DI diberi kesempatan lebih besar, bisa jadi banyak ilmuwan terbaik PT DI yang sebelumnya berpindah kerja ke Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Singapura akan kembali ke Indonesia. Kedua, industri perkapalan. Indonesia memiliki PT PAL yang pada saat ini telah menguasai teknologi produksi untuk kapal bulker sampai dengan 50.000 DWT, kapal kontainer sampai dengan 1.600 TEUS, kapal tanker sampai dengan 30,000 DWT, kapal penumpang, kapal Chemical Tanker sampai dengan 30,000 DWT, kapal LPG carrier sampai dengan 5.500 DWT, kapal landing platform, kapal patroli cepat, tugboat, kapal ikan dan kapal ferry serta penumpang.

PT PAL juga telah mengembangkan desain untuk kapal corvette termasuk desain kapal pemburu ranjau. PT PAL seharusnya sudah mampu untuk melakukan reverse engineering kapal corvette dan frigate dari kapal eks Jerman timur yang dimiliki TNI AL. Ketiga, industri roket/misil. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) pada Juli 2009 telah berhasil meluncurkan roket dengan nama RX-420 (roket eksperimen diameter 420 mm) di Pameungpeuk Jawa Barat.

Roket yang akan digunakan untuk pengorbit satelit itu mampu menghasilkan daya 100 ton detik dengan membawa muatan 300 kg, mampu menjangkau radius 100 kilometer dengan kecepatan 4,4 mach atau sekitar 344 meter per detik. Pembuatan tahapan lanjut pengembangan roket dan pengembangan misil dapat melibatkan PT PAL, PTDI, Barata, Pindad, yang mempunyai peralatan industri berat, Dahana yang dapat membuat material high density energy dan bahan peledak sebagai warheadmisil, dan LEN untuk teknologi kontrol misil dan torpedo.

Keempat, industri IT & elektronika pertahanan. LEN telah mampu membuat peralatan elektronika pertahanan. LEN telah berhasil mengembangkan peralatan tactical communication yang mempunyai matriks hopping yang dirancang khusus untuk mengurangi risiko penyadapan oleh pihak lain. Selain itu, telah mampu membuat peralatan surveillance dan combat management system yang canggih. Dari pengalaman tersebut seharusnya LEN mampu untuk mengembangkan kontrol misil jarak jauh, kontrol misil antikapal dan kontrol misil surface to underwater torpedo.

LEN juga seharusnya mampu membuat sistem manajemen logistik peralatan tempur berbasis IT yang canggih. Kemampuan industri strategis apabila dipadukan akan mempunyai kapasitas setara dengan industri berat yang dimiliki Jepang, Korea dan China. Walaupun untuk mengintegrasikannya memerlukan project manager yang memahami kemampuan dari masing-masing industri tersebut. Kemandirian teknologi militer, dengan menggunakan kemampuan dan fasilitas dalam negeri akan menghemat devisa, meningkatkan multiplier effect ekonomi, meningkatkan kemampuan dalam negeri dan meningkatkan keahlian sumber daya manusia


Daftar 10 Helicopter Tercanggih di Dunia

Berikut ini adalah 10 helicopter canggih era sekarang dengan masih di dominasi oleh rusia , walaupun amerika masih menjuarai dengan apache longbow dengan menduduki peringkat pertama.


MI-24SOVIET / RUSIA (PERINGKAT 10)

operation range 450 km
speed 335 km/h
crew : 3 (8 trops or 4 strerchers)
armament : 12.7 mm gatling gun
rockets, bombs 8 x missiles


AH1W SUPER COBRA (PERINGKAT 9)
CREW 2
SPEED 352 KM/H
OPERATION RANGE = 587 KM
ARMAMENT = 20MM CANNON,
70 MM ROCKETS, 8X AT GM OR 2X AIR TO AIR MISSILES

DENEL AH-2 AFRIKA SELATAN (PERINGKAT 8)
CREW 2
SPEED = 309 KM/H
OPERATIONAL RANGE = 1,130 KM
ARMAMENT = 20MM CANNON, 70 MM ROCKETS
8-16 ATGM OR 4X AIR TO AIR MISSILES

A-129/T129 ITALY / TURKEY (PERINGKAT 7)
CREW 2
SPEED 249 KM/H
OPERATIONAL RANGE = 1.000 KM
ARMEMENT = 20 MM CANNON, 70MM/81 ROCKETS,
8/12 X ATGM OR 4-8 X AIR TO AIR MISSILES

AH-1Z VIPER AMERIKA (PERINGKAT 6)
CREW 2
SPEED 296 KM/H
OPERATION RANGE 685 KM
ARMAMENT 20 MM CANNON, 70 MM ROCKETS
8XATGM OR 2X AIR TO AIR MISSILES

UROCOPER TIGER GERMAN (PERINGKAT 5)
CREW 2
SPEED 290/315 KM/H
OPERATION RANGE 1.300 KM
ARMAMENT 30 MM CANNON, 68 MM/70MM ROCKETS
8XATGM OR 4X AIR TO AIR MISSILES

Z-10 CHINA (PERINGKAT 4)
CREW 2
SPEED 270 KM/H
OPERATION RANGE 800 KM
ARMAMENT 30 MM CANNON, 57MM/90 MM ROCKETS
8XATGM OR 2X AIR TO AIR MISSILES

MI-28 N RUSIA (PERINGKAT 3)
CREW 2
SPEED 300 KM/H
OPERATION RANGE 1.100 KM
ARMAMENT 30 MM CANNON, 70 MM ROCKETS
8XATGM OR 2X AIR TO AIR MISSILES

KA-50 BLACK SHARK SOVIET UNION RUSSIA (PERINGKAT 2)
CREW 1
SPEED 390 KM/H
OPERATION RANGE 1.160 KM
ARMAMENT 30 MM CANNON, 70 MM ROCKETS
8XATGM OR 12X AIR TO AIR MISSILES

AH-64D APACHE LONGBOW (PERINGKAT 1 BEST)
CREW 2
SPEED 369 KM/H
OPERATION RANGE 1.900 KM
ARMAMENT 20 MM CANNON, ROCKETS
8XATGM OR 8X AIR TO AIR MISSILES