Rabu, 29 Desember 2010

Sniper Kopaska Lakukan Pengamanan di Bandara Juanda-Surabaya

SURABAYA - Satu tim Sniper Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI AL dilengkapi senjata api laras panjang SG 550 Kaliber 5,56mm, melakukan orientasi lapangan dari ketinggian, saat melakukan pengamanan jelang Tahun Baru 2011 di Bandara Internasional Juanda, Surabaya, Senin (27/12). Bandara Internasional Juanda menyiagakan Satuan Tugas Pengamanan (Satgaspam) Bandara yang terdiri dari Unit K-9 Pomal, Kopaska dan satuan pengamanan bandara, untuk memberi rasa aman dan nyaman pada penumpang, jelang Tahun Baru 2011. FOTO ANTARA/Eric Ireng/ed/ama/10

3 Kapal Perang China Kunjungi Jakarta



JAKARTA - Komandan Pangkalan Utama TNI AL III Brigjen TNI (Mar) Arief Suherman menyambut kedatangan 3 kapal perang China/PLAN’S (People’s Liberation Army Navy Ships) yang dipimpin Commander of Chinese Task Force (CCTF) Rear Admiral Wei Xueyi yang on board di Kapal Perang PLANS Kunlun-998 yang merapat di Dermaga 201 Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (27/12).

3 Kapal Perang China yang berkunjung ke Indonesia yaitu PLAN’S Kunlun, PLAN’S Lanzhou dan PLAN,S Weishanhu dengan jumlah personel kurang lebih 965 prajurit dengan tujuan untuk lebih mempererat hubungan persahabatan antara TNI AL dan Angkatan Laut Republik Rakyat China. Kedatangan 3 kapal perang tersebut selain disambut Komandan Lantamal III dengan upacara militer juga disambut oleh Duta Besar China di Indonesia Mrs. Zhang Qiyue.



Selama di Indonesia Commander of Chinese Task Force (CCTF) bersama staffnya akan mengadakan kunjungan resmi ke Panglima Komando Armada Barat Laksamana Muda TNI Hari Bowo, Msc, Panglima Kolinlamil Laksamana Muda TNI Didit Herdiawan, MPA, MBA serta ke Markas Besar TNI Angkatan Laut (Mabesal).

Kegiatan yang dilaksanakan selain kunjungan ke pejabat TNI AL, kunjungan kapal perang China ini juga diisi dengan pertandingan persahabatan sport games sepak bola antara anggota kapal perang China dengan prajurit Lantamal III serta kunjungan ABK Kapal Perang ke tempat-tempat wisata yang ada di Jakarta. Selain itu juga dilaksanakan kegiatan open ship.

Tank BMP-3F Marinir Uji Coba Embarkasi Ke KRI


SURABAYA - Tank amphibi BMP-3F yang baru dibeli dari Rusia diuji coba untuk masuk atau embarkasi ke dalam Kapal Perang Republik Indonesia (KRI).

Kapal perang yang ditunjuk untuk mengikuti uji coba adalah KRI Teluk-Penyu 513 dan KRI Surabaya-991 di Dermaga Madura dan Dermaga E, Markas Komando Armatim, Ujung, Surabaya Kamis (23/12) lalu.

Sebagai bagian dari Alutsista TNI AL, tank amphibi BMP-3F harus mengikuti uji coba pendaratan amphibi di Pantai Banongan, Situbondo beberapa waktu yang lalu. Setelah itu, baru diikuti dengan uji coba pelaksanaan embarkasi dan debarkasi atau keluar dan masuk ke KRI.

Uji coba yang berlangsung selama 4 hari di Koarmatim ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada para awak tank serta membantu pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh awak KRI. Kedua unsur tersebut merupakan dua tim yang harus bekerjasama menjadi satu agar dapat mencapai sukses dalam setiap pendaratan.

"Tank yang baru dibeli ini lebih canggih dibanding tank amphibi yang kita miliki dulu. Ada beberapa komponen dan kelengkapan yang lebih canggih dan mutakhir sehingga dapat berfungsi ganda di samping angkut pasukan," ujar Kepala Dispenarmatim Letkol Laut Yayan Sugiana dalam rilis yang diterima detiksurabaya.com, Senin (27/12).



Tank amphibi ini dilengkapi dengan satu buah meriam tipe 2a 70 100mm, meriam 2a 72 30mm,. senjata PKTM kaliber 7,62 3 pucuk, dan rudal Arkan yang berfungsi untuk melakukan serangan darat serta udara.

Selain itu, tank yang mampu melaju dengan kecepatan 70 Km/jam ini juga dilengkapi dengan sistem sirkulasi udara (NBC) yang berguna untuk menanggulangi peperangan Nuklir, Biologi dan Kimia (Nubika).

Kelebihan dari tank yang dilengkapi dengan alat komunikasi yang berfungsi di dalam dan luar amphibi ini adalah terdapat sinar inframerah dan teropong bidik sasaran untuk melengkapi jaringan komunikasi tank BMP 3 F ini menggunakan pesawat radio R 173 dengan jarak jangkau maksimum 12 Km.

Sistem kemudi yang menggunakan hydrolik menjadikan tank amphibi mampu melaju dengan kecepatan 10 Km/jam ketika berada di laut. Sementara untuk sistem operasional persenjataan tank yang mampu menampung 10 orang personel yang terdiri dari 7 orang pasukan dan 3 orang awak ini menggunakan sistem manual dan elektrik.

Tank yang dibuat di Kurgan, Rusia tahun 2009 ini termasuk dalam tank jenis Resimen Kavaleri Marinir (Menkav Mar) Batalyon Kavaleri 1 Marinir Karang Pilang, Surabaya berjumlah 17 unit.

Kemhan Dorong Industri Pertahanan Nasional (III)





RI Bakal Kuat Secara Militer

Indonesia memiliki potensi besar untuk menghasilkan produk bagi pemenuhan kebutuhan pertahanan nasional, terutama pengadaan alat utama system persenjataan (alutsista). Saat ini saja Indonesia sudah mampu membuat senapan laras panjang canggih, panser, kapal patroli dan roket. Dengan dukungan besar dari pemerintah, Indonesia akan mampu membuat pesawat tempur hebat dan kapal perang mutakhir.

Demikian rangkuman pendapat dari Direktur Pusat Penelitian Sains dan Teknologi Universitas Indonesia Iwa Garniwa, pengamat dari Universitas Gadjah Mada Ari Sujito dan ahli ekonomi Revrisond Baswir yang dihubungi secara terpisah, Rabu (22/12) dan Kamis (23/12), di Jakarta. Iwa Garniwa mengemukakan, Indonesia berpotensi untuk menghasilkan produk strategis di bidang pertahanan. Penguasaan teknologi untuk menghasilkan produk tersebut cukup baik dikuasai,
tinggal menunggu dukungan pemerintah yang belum optimal hingga kini.

Sejumlah industri yang dipandang strategis antara lain PT Pindad (Persero) dan PT PAL Indonesia (Persero) di Surabaya. PT Pindad adalah perusahaan manufaktur yang bergerak dalam penyediaan produk mesin dan produk militer. Sedangkan PT PAL kegiatan utamanya adalah memproduksi kapal perang dan kapal niaga juga memberikan jasa perbaikan dan pemeliharaan kapal. “Tinggal kita lihat branch market-nya kemana dulu, kalau ke Amerika, Jepang atau Cina sepertinya belum sampai ke sana. Tetapi industri strategis seperti Pindad, PT DI (Dirgantara Indonesia) dan PAL di Surabaya bisa berpotensi sebagai industri strategis dalam rangka penyediaan alutsista,” katanya.

Di samping itu Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), tutur Iwa, juga mampu membuat roket. “Hanya masalahnya benchmarknya ke mana. Tinggal bagaimana kemauan Kementerian Pertahanan untuk menghasilkan pertahanan itu,” imbuhnya. LAPAN, menurut dia, terbukti mampu buat roket meski bukan jarak jauh. Kalau ditanya kepada mereka mengapa tidak mampu sebagus dan sehebat India dan Pakistan, jawabannya sederhana, Indonesia menguasai teknologinya dan bisa memproduksinya, tetapi semuanya dibutuhkan dana.

Pindad yang berpotensi untuk membangun teknologi persenjataan, justru dikembangkan ke arah kelistrikan, yakni membangun pembangkit listrik dan motor listrik. Dia menyerukan pemerintah mengorientasikan kebijakan untuk mendukung penguasaan teknologi dengan dukungan pendanaan untuk menghasilkan produk dari industri strategis itu. “Pendanaan memang menjadi masalah klasik,” tukasnya.

Kondisi serupa juga dialami Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dengan pengembangan dan penguasaan teknologi nuklir yang belum diikuti upaya implementasinya. “Sekarang nuklir untuk pembangkit listrik saja belum terlaksana,” imbuhnya.

Penataan Kekuatan

Sementara itu pengamat sosial dari Universitas Gadjah Mada Ari Sujito mengemukakan, penataan kekuatan alutsista dan profesional TNI sebagai instrumen pertahanan negara memang jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara. Oleh karena itu, pemerintah berencana mengalokasikan anggaran Kementerian Pertahanan sebesar Rp 45,2 triliun dalam RAPBN 2011. Prioritas anggaran sebesar itu masih pada modernisasi dan peningkatan alutsista.


Roket R-Han, hasil Litbang Kemhan dan Pindad

Namun, menurut dia, permasalahan pertahanan di Indonesia bukan hanya terletak pada kekuatan persenjataan dan personil keamanan tapi juga posisi tawar Indonesia di kawasan Asean. Satu contoh kasus yang ada di depan mata, tuturnya, konflik perbatasan negara Indonesia dengan Malaysia harus dijadikan refleksi agar membenahi secara menyeluruh soal kedaulatan. “Indonesia akan dipandang mampu di mata dunia karena hebat secara politik dan ekonomi demokratis dan berdaulat, sehingga negara kecil seperti Malaysia sesungguhnya gampang dilumpuhkan,” katanya.

Dia menilai diplomat RI di luar negeri terlalu lemah dan tidak ulung di kancah internasional. Begitu pula duta besar RI tidak berfungsi efektif. Padahal urusan diplomatic sekarang adalah kemampuan kebijakan yang kuat dalam negeri. Ini akan menjadi daya besar nasionalisme ekonomi untuk memperkokoh kedaulatan politik bangsa, sehingga Indonesia tidak diremehkan. “Perang zaman sekarang adalah perang ekonomi dan politik, yakni soal nasionalisme kita. Bukan soal keberanian angkat senjata, tetapi seberapa mampu ekonomi dan politik kita tidak didikte oleh asing, termasuk Malaysia.

Jalur diplomasi harus tetap punya target yang jelas. Presiden perlu tegas bersikap,” tegas Ari. Ahli ekonomi Revrisond Baswir mengataab, ketertinggalan di bidang alutsita tidak harus membuat Indonesia lemah dalam wawasan nasionalisme. “Persenjataan bukan harga mati untuk mempertahankan bangsa, sebab kekuatan ekonomi rakyat justru yang harusnya menjadi pilar pertahanan bangsa,” tegasnya. Dia tidak setuju jika nilai pertahanan Negara hanya dilihat dari sisi tingginya dana untuk pertahanan dan persenjataan, sementara system perekonomian rakyat diserahkan kepada kapitalis. “Bangsa yang kuat juga harus ditopang dari kekuatan ekonomi rakyatnya. Akan menjadi percuma sebab perang di abad ini bukan perang senjata, tetapi perang ideologis dan ekonomi. Sampai kapanpun bangsa ini masih dijajah, karena pemerintahnya tunduk dengan sistem kapitalis,” ucapnya.

Sedangkan Kepala Bidang Telekomunikasi Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Mashury Wahab mengungkapkan, kemampuan Indonesia di dalam industri pertahanan masih sebatas perakit. Industri strategis yang ada belum sepenuhnya mempunyai kemampuan teknologi kunci. Dia memberi contoh, PT Pindad masih mendatangkan komponen suspensi untuk kendaraan militer yang diproduknya dari luar negeri. “Hal ini menuntut perhatian dari pengguna produk itu. Mereka menuntut yang terbaik dan canggih namun tidak memberikan dukungan dan ruang untuk peningkatan potensi di bidang industri pertahanan,” katanya.

Secara umum, sambungnya, teknologi di industri pertahanan yang baru dikuasai Indonesia masih minim. Radar, misalnya, tidak semua jenis dikuasai. Untuk pembuatan roket, teknologinya pun masih diimpor. Penelitian dan pengembangan Kementerian Pertahanan pun belum optimal mendapatkan dukungan dari instansinya. “Pendanaan bagi mereka tidaklah diprioritaskan, dana dialokasikan paling akhir,” tuturnya seraya menambahkan, kemampuan Indonesia menghasilkan produk militer akan meningkatkan pertahanan nasional terhadap berbagai ancaman.

Kemhan Dorong Industri Pertahanan Nasional (II)



Perlu Didukung

Menanggapi hal tersebut, pakar militer dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jaleswari Pramodhawardani menyatakan, pemerintah harus memberikan dukungan penuh kepada pengembangan industri pertahanan. Sebab, pengembangan industri pertahanan ini merupakan langkah terobosan dan strategis.

"Pengembangan industri pertahanan harus diapresiasi dan diperhatikan khusus. Ini terobosan positif dalam menjawab kebutuhan alutsista," katanya. Jaleswari menerangkan, pengembangan industri pertahanan tidak bisa diperlakukan sama dengan industri non-pertahanan. "Pasarnya sangat segmented. Karena itu harus menjadi prioritas pemerintah," katanya.

Dia melanjutkan, produksi dan keberhasilan industri pertahanan tidak bisa dalam jangka pendek. "Ini investasi jangka panjang. Karena industri ini menyedot anggaran yang sangat besar," katanya. Atas dasar itulah, Jaleswari menerangkan, Kemhan membuat RUU Revitalisasi Industri Pertahanan. "Alutsista yang bisa diproduksi di dalam negeri, dan TNI wajib menggunakan industri dalam negeri. Ini untuk menghindari kredit ekspor, suku bunga tinggi dan pengembalian cepat. Industri ini sangat tepat. Revitalisasi merupakan solusi. Selama ini kan selalu berwacana saja soal pengembangan industri pertahanan," katanya.

Dia mengemukakan, revitalisasi industri pertahanan mengalami kebuntuan sejak 1997. Saat itu, akibat tekanan IMF, industri pertahanan tidak boleh dibiayai APBN. "Itulah awal pengerdilan terhadap industri pertahanan," katanya.

Dengan adanya revitalisasi industri pertahanan dengan merealisasikan pengembangan dan pembangunan industri pertahanan, kata Jaleswari, merupakan jawaban jitu terhadap keluhan anggaran. Jaleswari menerangkan, sebenarnya industri pertahanan mulai menggeliat di era Presiden Habibie. "Habibie mencoba menumbuhkan itu, dan sempat membuat khawatir banyak negara. Setelah era itu, pemerintah selalu berwacana tentang pembangunan industri militer," katanya.

Senada dengan itu, anggota Komisi I DPR (bidang pertahanan) Sidarto Danusubroto mendukung sepenuhnya upaya pengembangan industri strategis nasional untuk memperkuat alutsista TNI. Menurutnya, kebijakan pertahanan nasional harus diubah terutama soal impor kebutuhan alutsista TNI yang memakan anggaran sangat besar. "Kredit ekspor alutsista itu harus dikurangi, terlalu mahal. Sudah waktunya sistem alutsista nasional diperkuat sehingga kebutuhan TNI dapat disuplai dari dalam negeri," tandasnya.



DPR, tegasnya, mendukung sepenuhnya konsep penguatan sistem alutsista nasional tersebut. Dari hasil evaluasi dan peninjauan langsung ke lapangan, Sidarto menyaksikan sistem pertahanan negara terutama di daerah perbatasan, sangat lemah.

Jangka Panjang

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Propatria Institute T Hari Prihatono mengutarakan, banyak yang harus dilakukan dalam rangka membangun industri pertahanan. Bukan hanya membutuhkan kemauan, tapi juga komitmen, integritas, konsistensi, serta siap dengan konsekuensi pilihan yang harus ditanggung.

"Ada banyak yang harus dilakukan. Persoalannya, apakah cetak biru kebijakan pertahanan tersebut mengarah ke sana. Tidak bisa kebijakan dalam periode satu pemerintahan saja karena butuh jangka panjang. Oleh karenanya, harus dikawal," ujarnya, Rabu (22/12).

Selain itu, sambungnya, harus ditinjau ulang keberadaan industri hulu dan hilir apakah sudah cukup untuk menopang. Apabila material pendukungnya masih diimpor maka biaya yang ditanggung akan lebih mahal.

Mengenai industri dasar pendukung, sambungnya, itu juga terkait dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan. Dalam hal ini, industri pertahanan yang membutuhkan bahan mentahnya. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan yang komprehensif dan terintegrasi.

Kemhan Dorong Industri Pertahanan Nasional (I)

Dikutip dari Harian 'Suara Pembaruan' edisi Rabu, 22 Desember 2010

JAKARTA - Kementerian Pertahanan (Kemhan) mencanangkan target kebutuhan pokok pertahanan nasional dapat dipenuhi pada tahun 2024. Untuk itu, Kemhan kini mendorong pengembangan industri pertahanan dalam negeri, guna memenuhi kebutuhan alutsista. Melalui pengembangan industri pertahanan, diharapkan dapat terjadi multiplier effect dalam industri strategis nasional.

Selain itu, juga untuk mengantisipasi ancaman embargo peralatan militer dari negara produsen seperti yang kerap terjadi selama ini, yang tentunya mengancam kekuatan pertahanan. Demikian diungkapkan Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro, saat berdialog dengan jajaran Redaksi Suara Pembaruan di Jakarta, Selasa (21/12).

Dia mengungkapkan, saat ini kekuatan pertahanan militer baru dapat memenuhi 50 persen dari kebutuhan pokok pertahanan. Diharapkan, pada 2024 seluruh kebutuhan pokok pertahanan dapat terpenuhi. "Saat kebutuhan pokok pertahanan kita terpenuhi, pada waktu yang bersamaan kita sudah mencapai 60% dari kebutuhan ideal pertahanan," jelasnya.

Untuk merealisasikan rencana tersebut, Kemhan mendorong optimalisasi BUMN yang bergerak di industri strategis, seperti PT Dahana (produsen bahan peledak), PT Pindad (produsen senjata), PT Dirgantara Indonesia (produsen pesawat), PT PAL (produsen kapal), dan juga PT Krakatau Steel, produsen utama baja di dalam negeri sebagai bahan dasar alutsista.

Selain itu, lanjut Purnomo, pemerintah juga mendorong agar ada pihak swasta yang mengambil alih PT Texmaco Engineering dari Perusahaan Pengelola Aset, sehingga perusahaan yang kolaps akibat terlilit utang ini saat krisis pada 1998 lalu mampu berproduksi kembali sebagai mitra Kemhan.


Truck angkut personel yang pernah dibuat oleh Texmaco

Texmaco Engineering telah menguasai industri dasar, dan mampu memproduksi berbagai mesin, seperti mesin truk yang digunakan TNI (Perkasa), serta komponen panser produksi Pindad. Purnomo menjelaskan, salah satu strategi agar perusahaan-perusahaan itu bisa terus berproduksi adalah dengan tidak hanya bergantung pada pemenuhan kebutuhan militer. "Sebab, pasarnya sangat kecil. Harus mengembangkan pasar non-militer," katanya.

Untuk itu dia mendorong BUMN dan swasta untuk juga memanfaatkan produksi dalam negeri. Dia mencontohkan, PT Dahana termasuk yang sukses secara ekonomi. Produksi Dahana yang digunakan untuk kebutuhan militer hanya 10%, sedangkan 90% sisanya justru dimanfaatkan oleh BUMN dan swasta lainnya, misalnya untuk peledakan wilayah pertambangan. "Jadi Dahana tidak bergantung pada TNI, sehingga secara ekonomi mereka lebih untung. Bahkan Dahana kini sedang menyiapkan fasilitas produksi propelan di Subang seluas 600 hektare," jelasnya.

Ditambahkan, Pertamina juga telah diminta untuk memesan kapal tanker kebutuhannya ke PT PAL. "Industri dasar kita harus diberi kepercayaan," sambungnya.

Produksi Alutsista

Terkait pemenuhan alutsista, Purnomo mengungkapkan, saat ini tengah dilakukan riset bersama Korea Selatan untuk memproduksi pesawat tempur. Ditargetkan mulai 2020 nanti, PT Dirgantara Indonesia (DI) sudah mampu memproduksi sendiri pesawat tempur jenis F-X. Pesawat tempur ini masuk kategori kelas generasi 4,5 di atas Sukhoi dan F-16 yang menjadi andalan TNI AU.

PT DI juga tengah menggarap pesanan 24 helikopter serbu untuk TNI AD dan sejumlah pesawat patroli dan angkut sebanyak 24 pesawat untuk TNIAU. Selain itu, PT PAL segera memproduksi kapal light-fregat atau perusak kawal rudal, dengan kandungan komponen lokal diharapkan mencapai 40%. Dalam waktu dekat, PT PAL juga akan membuat dua kapal selam untuk kebutuhan TNI AL.

Dia menambahkan, pernah ada tawaran dari Rusia terkait pembuatan kapal selam. "Tetapi, secanggih apapun, kalau tidak diproduksi di Indonesia, lupakan saja," tegasnya.
Untuk kebutuhan TNI AD, Purnomo mengungkapkan, PT Pindad juga tengah menjalin produksi bersama panser Tarantula yang dilengkapi kanon. "Panser Anoa buatan Pindad kini juga dipesan Malaysia untuk mendukung pasukan perdamaian mereka," tambahnya.

Pengembangan industri pertahanan hingga 2014 membutuhkan dana Rp 150 triliun. Saat ini sudah tersedia Rp 100 triliun, dan Rp 50 triliun sisanya dibagi dalam lima tahun anggaran. Langkah-langkah tersebut ditempuh agar kebutuhan pokok pertahanan dapat terpenuhi pada 2024. "Pemenuhan kebutuhan pokok dimaksud antara lain kita memiliki 7-8 skuadron pesawat tempur," ujarnya.

Rabu, 22 Desember 2010

Korea dan Rusia Bersaing Dalam Pengadaan Kapal Selam TNI AL


JAKARTA - Wakil Kepala Staf Angkatan Laut, Laksamana Madya TNI Marsetio, menegaskan, pihaknya akan realistis dalam pengadaan kapal selam untuk memperkuat armada tempur matra laut."Kita memang membutuhkan kapal selam, untuk memperkuat armada tempur TNI Angkatan Laut. Namun, itu akan dilakukan secara realistis," katanya, Rabu (22/12).

Marsetio mengemukakan, sesuai rencana strategis TNI Angkatan Laut hingga 2024 pihaknya telah mengajukan penambahan dua unit kapal selam. "Jadi hingga 2024, TNI Angkatan Laut memiliki empat unit kapal selam yakni dua unit yang telah ada KRI Nanggala dan KRI Cakra, plus dua unit yang masih dalam proses pengadaan di Kementerian Pertahanan," ujarnya.

Marsetio menegaskan, pengadaan dua kapal selam itu sudah disesuaikan dengan kerangka kekuatan pokok minimum (minimum essential forces). "Jadi, realistis lah sesuai ketersediaan anggaran pemerintah," katanya.

Pengadaan dua unit kapal selam itu dibiayai fasilitas Kredit Ekspor (KE) senilai 700 juta dollar Amerika Serikat, yang diperoleh dari fasilitas pinjaman luar negeri di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2004-2009.

"Kami sudah tentukan spesifikasi teknisnya, serta kemampuan dan efek penggentar yang lebih dari yang dimiliki negara tetangga," kata Wakasal.

Pada tender pertama, dari empat negara produsen kapal selam yang mengajukan tawaran, seperti Jerman, Perancis, Korea Selatan, dan Rusia, TNI Angkatan Laut telah menetapkan dua negara produsen sesuai kebutuhan yaitu Korea Selatan dan Rusia.

Rencananya, dari dua pilihan itu diuji kembali mana spesifikasi kapal selam yang sesuai dengan kebutuhan TNI Angkatan Laut.

Selasa, 21 Desember 2010

TNI AL Butuh 39 Kapal Selam Tambahan

 


  Armada angkatan perang Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut membutuhkan tambahan alat utama sistem persenjataan (alutsista) berupa pengadaan 39 unit kapal selam.
"Indonesia perlu menambah kekuatan armada angkatan laut. Wilayah laut kita sangat luas dan membutuhkan pengamanan yang intensif dari gangguan pihak luar," kata Wakil Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Madya TNI Marsetio di Bogor, Rabu.
Laksamana Madya TNI Marsetio berada di Bogor untuk menghadiri kegiatan Apel Komandan Satuan (AKS) yang digagas Korps Marinir.
Apel Komandan Satuan diikuti 84 pesera terdiri atas komandan satuan di lingkungan Korps Marinir.
Menurut Marsetio, alutsista yang dimiliki armada angkatan perang TNI AL masih jauh dari kategori memadai kebutuhan yang dihadapi.
"Alutsista yang dimiliki TNI AL perlu ditambah dan diperkuat. Terutama jumlah kapal selam perlu ditambah, karena saat ini baru ada beberapa unit," terangnya.
Dikatakannya, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Keberadaan jumlah kapal selam yang memadai sangat mendesak guna menjamin kemanan kedaulatan wilayah NKRI.
"Kita membutuhkan tambahan kapal selam sebanyak 39 unit," ujar Marsetio.
Penambahan kapal selam bagi armada perang TNI AL, diharapkan dapat membantu tugas dalam mengamankan keutuhan wilayah laut NKRI.
"Kapal selam tersebut akan disebar ke berbagai penjuru laut NKRI. Terutama pulau-pulau terluar dan wilayah laut yang rawan diklaim negara asing akan mendapatkan pengamanan ekstra," imbuhnya.
Pengamanan ekstra wilayah laut diharapkan dapat menjamin keutuhan dan kedaulatan NKRI.
"Kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI harus kita pertahankan. Tidak boleh ada sejengkal pun tanah yang lepas ke pihak asing," demikian Wakil Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Madya TNI Marsetio.

Proyek Pesawat Tempur KFX dan Kapal Perang PKR di Mulai Tahun 2011


JAKARTA - Proyek pembuatan jet tempur dengan Korea Selatan dan pembangunan kapal perang jenis Light Fregat dengan Belanda akan dimulai pada tahun 2011. Juru bicara Komite Kebijakan Industri Pertahanan, Silmy Karim, dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (17/12) pekan lalu.

Simly menjelaskan, prototipe pesawat tempur KF-X mulai dikembangkan bersama pada tahun depan dan peletakan lunas kapal Patroli Kawal Rudal (PKR) juga dilakukan tahun depan. ”Ini merupakan proyek jangka panjang. Prototipe KF-X diperkirakan selesai dalam 10 tahun dan PKR dalam 4 tahun. Proyek ini diharapkan dapat menjawab kebutuhan alutsista strategis di Indonesia,” kata Silmy.

KKIP Serahkan Darft RUU Revitalisasi Industri Pertahanan




JAKARTA - Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) akan menyerahkan draf RUU Revitalisasi Industri Pertahanan kepada DPR agar 2011 RUU tersebut masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) guna dapat dijadikan sebagai pedoman dalam mengembangkan industri pertahanan.

“KKIP telah menyusun blue print industri pertahanan untuk lima tahun kedepan. Kita sudah menyiapkan draf RUU Revitalisasi Industri Pertahanan dan akan disampaikan ke DPR agar 2011 bisa terbit sebagai undang-undang,” kata Jubir KKIP Silmy Karim di Kantor Kemhan, Jakarta, Jumat (17/12).

Menurut Silmy, revitalisasi industri pertahanan yang dimaksud menyangkut perusahaan BUMN milik pemerintah maupun swasta, yang berkaitan dengan produksi alutsista dan non alutsista. “BUMN tersebut PT DI, Pindad, Pal, Dahana. Ini kaitan dengan alusista dan juga non alutsista kaitannya dengan penyehatan manajemen dan memastikan kesiapan produksi untuk merespon kebutuhan alutsista TNI dan Polri, dan instansi pemerintah lain,” katanya.

Lebih lanjut, Karim mengatakan 2011 KKIP juga melakukan langkah-langkah strategis lima tahun ke depan, “Jadi spektrum waktunya cukup panjang dalam rangka proses revitalisasi industri pertahanan, kita akan adakan sidang diawal Januari pada sidang KKIP.”

Seperti diketahui, KKIP dibentuk berdasarkan Perpres No. 42 tahun 2010 yang bertugas mengkoordinasikan kerjasama luar negeri dalam rangka memajukan dan mengembangkan industri pertahanan serta melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan industri pertahanan. Keanggotaan Pokja diisi pejabat atau personel dari Kementerian, lembaga pemerintah non kementerian dan pihak terkait lain.

Dijelaskan Silmy, Keanggotaan KKIP terdiri dari Menhan sebagai Ketua merangkap anggota, Menteri BUMN sebagai wakil ketua merangkap anggota serta para anggota, Wamenhan selaku sekretaris merangkap anggota serta para anggota yang terdiri dari Menteri Perindustrian, Menristek, Panglima TNI dan Polri.

Menurutnya perlunya revitalisasi industri pertahanan adalah untuk mengoptimalkan industri-industri pertahanan yang ada setelah pulihnya ekonomi Indonesia dan krisis. Inpres tersebut mengamankan beberapa poin yang berkaitan dengan Kemhan antara lain pembentukan KKIP, penyusunan RUU Industri pertahanan, penelitian dan pengembangan yang hasilnya digunakan untuk memenuhi peralatan pertahanan dan keamanan dalam negeri dan pengadaan alutsista industri dalam negeri dengan menggunakan pinjaman dalam negeri.

Diharapkan revitalisasi Industri pertahanan ini dapat mulai terlihat hasil konkretnya tahun 2013. Hasil konkret itu tidak hanya berupa laporan tim pokja tetapi juga produk berbentuk alutsista yang merupakan hasil industri dalam negeri.

“Target konkrit KKIP, adalah blue print diparalelkan dengan rencana pengembangan alutsista yang meliputi pembangunan pokok kekuatan TNI,” ujarnya.

Thursday, December 16, 2010

Armed Kostrad Perbarui Alutsita


105mm Towed Howitzer KH-178

MAGELANG - Alutsita artileri medan (Armed) Komando Cadangan Strategis Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (Kostrad) akan diperbarui menjadi lebih canggih.

Komandan Pusat Pendidikan dan Latihan Armed TNI AD, Brigjen TNI A. Agung Gde Suardhana, di Magelang, Kamis (16/12), mengatakan bahwa langkah tersebut dilakukan untuk mengikuti perkembangan teknologi yang sangat cepat.

Ia mengatakan, diharapkan regenerasi alutsita ini akan membantu Armed dalam menjawab tantangan zaman yang lebih kompleks dan berat.

Menurut dia, meriam 76 mm yang telah lama digunakan Armed akan diganti meriam 105 mm KH 178 buatan Korea Selatan yang lebih mutakhir. Pasukan Armed juga akan mendapat tambahan senjata baru, yakni roket WR 40 Langusta buatan Polandia.

"Penambahan dan regenerasi beberapa alutsita ini harus dijadikan tantangan untuk terus maju. Jangan dianggap sebagai kendala," katanya pada pengarahan kepada 350 prajurit Armed 3/105 Tarik Magelang di Mako Armed 3.

Ia berharap, seluruh prajurit TNI AD khususnya di Armed 3 agar cepat belajar dan terus belajar, agar tidak ketinggalan dalam penguasaan teknologi. Apalagi perkembangan iptek sekarang sangat cepat dan terus berubah.

Menurut dia, akan dibentuk tiga divisi baru yakni divisi lintas udara (linud), raider (serang), dan divisi mekanis (mesin). Ketiga divisi tersebut untuk menggantikan Divisi Malang dan Jawa Barat.

Ia mengatakan, penambahan divisi ini untuk mendukung pembinaan kesatuan agar lebih baik. "Jangan sampai prajurit Armed ketinggalan zaman dan teknologi," katanya menambahkan.

Sumber : militer 

Panglima TNI Berharap Belanda Konsisten Dukung Pembangunan PKR


JAKARTA - TNI meminta Pemerintah Belanda untuk konsisten mendukung pembangunan kapal "light fregat" yang merupakan jenis perusak kawal rudal (PKR) yang dibuat oleh PT PAL bersama supervisi dari perusahaan galangan kapal "Schelde" Belanda.

"Ya kami meminta dukungan Belanda untuk lebih konsisten dalam supervisi pembangunan kapal tersebut, karena ada beberapa hal yang tidak bisa dikerjakan PT PAL," kata juru bicara TNI Laksamana Pertama TNI Iskandar Sitompul di Jakarta, Selasa (14/12).

Dikonfirmasi usai menghadiri pertemuan tertutup Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono dengan Duta Besar Belanda untuk Indonesia Tjeerd F. De Zwaan, ia mengatakan, konsistensi Belanda untuk pembangunan kapal tempur modern itu tetap diperlukan tanpa mengabaikan upaya pemberdayaan daya mampu dari PT PAL sebagai salah satu industri strategis nasional.

"Ini semua dilakukan juga dalam rangka revitalisasi industri pertahanan nasional, khususnya PT PAL untuk dapat memenuhi kebutuhan alutsista TNI termasuk kapal perang," ujar Iskandar.


Kapal Patroli Kawal Rudal (PKR) 105m

TNI Angkatan Laut sedang membenahi kekuatan tempurnya dalam kerangka kekuatan pokok minimum, dengan memodernisasi persenjataan tempurnya. Saat ini terdapat 154 KRI berbagai jenis dan ditargatkan menjadi 274 KRI.

Terkait itu, Kementerian Pertahanan telah meluncurkan program pembangunan kapal "light fregat" PKR bekerja sama dengan Belanda. Kementerian Pertahanan mentargetkan pembuatan 10 unit kapal.

Pembangunan satu kapal perang itu diperkirakan menghabiskan dana sebesar 220 juta dolar AS dengan lama pembangunan selama empat tahun.

Selain pembangunan kapal `light fregat`, dalam pertemuan itu dibahas berbagai hal menyangkut hubungan bilateral kedua negara, yang telah berjalan baik termasuk hubungan militer kedua pihak.

Kerjasama Teknik Militer RI-Rusia Diharapkan Tingkatkan Alutsista


JAKARTA - Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Rabu (30/11), menerima kunjungan kehormatan Ketua Delegasi Rusia dalam Sidang ke-6 kerjasama teknik-militer RI-Rusia Mr.Vyaheslav Dzirkaln, di kediaman Menhan, Jakarta.

Kedatangannya kali ini menjadi pembicaraan pembuka sebelum dilaksanakannya Sidang ke-6 kerjasama teknik-militer RI-Rusia di kantor Kementerian Pertahanan. Sidang akan berlangsung selama dua hari (1-2 Desember) dimana hari kedua akan digunakan khusus untuk membicarakan kemungkinan kerjasama antar industri pertahanan kedua negara.

Purnomo yang didampingi Kepala Badan Sarana Pertahanan Laksda TNI Susilo, mengharapkan sidang yang dipimpin oleh Sekjen Kemhan Marsdya TNI Eris Herryanto dapat berhasil dengan baik.

Mr.Vyaheslav Dzirkaln mengatakan, pemerintahnya menyambut baik pertemuan ini, Karena menurutnya pertemuan ini dapat digunakan untuk membicarakan perkembangan terbaru hubungan teknik militer kedua negara. Dirinya juga setuju harapan Menhan Purnomo dan menyatakan pihaknya juga hasil terbaik dari pertemuan ini.

Rencana Penambahan Pesawat Sukhoi

Sementara itu, saat membuka Sidang, Sekjen Kemhan Marsdya TNI Eris Herryanto mengatakan, sidang ini merupakan pertemuan rutin setiap tahun dilaksanakan secara bergantian sesuai dengan statuta perjanjian Pemerintah RI-Rusia di bidang kerjasama teknik-militer. Pertemuan sebelumnya pernah dilaksanakan di Rusia.



Banyak hal yang telah dirumuskan dari hasil pertemuan tahunan ini, beberapa isu penting yang akan dibahas dalam pertemuan saat ini adalah tentang rencana penambahan enam pesawat Sukhoi-30 dan Sukhoi-27 serta pembangunan fasilitas service maintainance center untuk beberapa alutsista produk-produk Rusia yang ada di Indonesia seperti pesawat Sukhoi, helicopter, dan peluru kendali.

Hal lain yang ingin dibahas adalah bagaimana sistem atau rantai pengadaan alutsista dari Rusia dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien sehingga kesiapan-kesiapan alutsista yang dimiliki oleh TNI dapat cepat teratasi. Hal itu dimaksudkan agar tingkat kesiapan operasional alutsista TNI menjadi lebih tinggi.

Sumber :militer

Pilot TNI AU & RSAF Akan Duel di Udara


JAKARTA – Pertempuran udara (Dog Fight) antara penerbang-penerbang tempur TNI AU dan RSAF baik satu lawan satu maupun satu lawan dua akan terjadi di wilayah udara Rembiga NTB.

Pertempuran tersebut dilakukan dalam Latihan bersama (Latma) dengan sandi ”Elang Indopura 16/10” antara TNI AU dengan Republic of Singapore Air Force (RSAF) di Lanud Ngurah Rai Bali, selama dua minggu.

Dalam Air Manuver Exercise (AMX) TNI AU mengerahkan pesawat tempur F-16 Fighting Falcon, sedangkan RSAF mengerahkan pesawat jenis F-16 Fighting Falcon Blok D yang berpangkalan di Tindal Air Force Base (AFB) Australia dan F-5 Tiger.

Tujuan latihan ini adalah untuk meningkatkan kemampuan para penerbang tempur dalam melaksanakan operasi udara bersama dan kerjasama kedua negara khususnya kedua Angkatan Udara.

Sebelum pelaksanaan AMX dilakukan penerbangan Observasi pengenalan wilayah latihan dengan Route Ngurah Rai-Rembiga.

Selain F-16 TNI AU dan F-16 serta F-5 RSAF, kedua Angkatan Udara juga menyiapkan pesawat lainnya diantaranya, TNI AU juga menyiapkan pesawat F-5 Tiger II dan SU-30 MK sebagai pesawat escort dan RSAF menyiapkan F-15 SG, serta didukung pesawat angkut C-130 Hercules dan pesawat helikopter SAR SA-330 Puma.

Sebelum pelaksanaan AMX, telah dilaksanakan pula kegiatan Command Post Exercise (CPX) selama empat hari (19-22/10) di Payalebar Air Force Base Singapura.

Indonesia Tercatat Penyumbang Terbesar Pasukan PBB



Satgas Konga XXIII-E UNIFIL di Lebanon Selatan

JAKARTA - Indonesia tercatat sebagai satu dari 20 negara terbanyak yang menyumbangkan pasukan dalam operasi misi perdamaian PBB.

Kepala Staf Umum TNI Marsekal Madya Edy Harjoko dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (30/11), menjelaskan, jumlah personel militer Indonesia yang terlibat dalam misi perdamaian PBB mencapai 1.785 orang.

"Tak hanya itu, Indonesia juga dinilai sebagai pasukan perdamaian yang memiliki profesionalitas yang tinggi serta dekat di hati masyarakat setempat," katanya.

Sebelumnya, Kepala Staf Umum TNI Marsekal Madya Edy Harjoko menerima kunjungan kehormatan Assistant Secretary General For Departement of Field Support (ASG for DFS) of United Nations atau Asisten Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Departemen Dukungan Lapangan, Anthony Banbury.

Kunjungan tersebut bertujuan mendapatkan masukan dari negara-negara utama penyumbang misi perdamaian PBB terhadap format dan konsep strategi dalam memberikan dukungan logistik lapangan secara global guna mendukung operasi misi perdamaian PBB di seluruh dunia.

"Indonesia agaknya patut berbangga, karena tidak semua negara mendapatkan kunjungan kehormatan ini. Indonesia dipilih menjadi salah satu negara yang dikunjungi `ASG for DFS` karena dinilai memiliki peran signifikan dan prestasi di dalam mendukung operasi perdamaian PBB," kata Eddy.

Kasum TNI juga berharap agar `ASG for DFS` dapat terus meningkatkan dukungan logistik dan "reimbursement" bagi pasukan TNI yang terlibat dalam misi pemeliharaan perdamaian PBB.

Pemerintah Belum Putuskan Opsi Tambahan Pesawat Tempur F-16


JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Pertahanan hingga kini belum menentukan opsi mana yang akan diambil untuk menyikapi tawaran pesawat jet tempur F-16 dari Amerika Serikat. Ada dua opsi yang sedang dikaji oleh pemerintah.

Pertama, hibah 24 unit pesawat F-16. Dari 24 unit pesawat yang ditawarkan Amerika, sisa jam terbang rata-rata masih di atas 10 ribu jam. "Beberapa unit ada yang masih memiliki 12-13 ribu jam terbang," kata Direktur Jenderal Rencana Pertahanan Kementerian Pertahanan, Marsekal Muda TNI BS Silaen dalam jumpa pers, Rabu (1/12).

Dengan asumsi penggunaan satu pesawat per tahun sebanyak 800-900 jam, lanjutnya, maka 24 unit pesawat bekas yang dihibahkan diperkirakan bisa digunakan hingga 10-15 tahun ke depan.

Opsi kedua, pemerintah akan membeli F-16 baru sebanyak 6 unit. Karena beli baru, maka keenam pesawat tersebut bisa langsung digunakan untuk mengawasi pertahanan negara.

Opsi Ketiga, kata Silaen, pemerintah akan mengalihkan anggaran pembelian 6 unit F16 baru untuk meningkatkan kemampuan (upgrade) 24 unit pesawat hibah ditambah 10 unit pesawat F16 milik Indonesia yang ada di Madiun, Jawa Timur.

Dilihat dari segi kualitas, 10 unit pesawat F16 milik TNI dan 24 unit pesawat bekas dari Amerika masih sama-sama memiliki tingkat (grade) di angka 15. Setelah diperbaiki, Silaen menambahkan, tingkat kualitas 34 pesawat itu akan menjadi grade 32. "Dananya masih di bawah harga 6 unit F16 yang baru," ujarnya.

Dari tiga opsi yang tersedia, pemerintah masih menimbang-nimbang, opsi mana yang terbaik untuk dipilih oleh Menteri Pertahanan. "Apakah beli yang baru atau yang upgrade, belum kita putuskan. Masih kita kaji dulu," kata Silaen.

Senin, 20 Desember 2010

Rencana Pengadaan F-16 Baru Tak Pengaruhi Anggaran Pembelian Sukhoi

Menhan Purnomo Yusgiantoro di cockpit Sukhoi

JAKARTA - Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan biaya meretrofit 24 pesawat tempur F-16 yang akan dihibahkan Amerika Serikat kepada Indonesia tidak akan mengganggu pos belanja pesawat tempur Sukhoi.

"Saya perlu tegaskan bahwa hibah itu sama sekali tidak mempengaruhi anggaran untuk belanja Sukhoi. Anggarannya ada tersendiri," ujar Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro kepada Suara Karya usai pembukaan penyampaian informasi tentang ASEAN Defence Ministers Meeting (ADMM) 2010 di Jakarta, Kamis (25/11).

Sebelumnya, Ketua Komisi I DPR Mahhfudz Siddiq mengatakan akan mendorong Kementerian Pertahanan dan TNI untuk menolak hibah pesawat tempur F-16 AS. DPR khawatir pesawat F-16 bekas itu akan memboroskan anggaran melalui perawatan dan penggantian suku cadang.

Pada sisi lain, kata Purnomo, pemerintah masih mempertimbangkan membeli pesawat tempur F-16 baru sebanyak 6 unit atau menerima tawaran hibah 24 unit F-16. "Hal tersebut sedang dikaji. Kita punya dana untuk membeli enam pesawat baru. Kalau dana itu bisa dipakai untuk meretrofit 24 pesawat bekas jelas kita akan gunakan. Tapi, tim sekarang ini masih mengkaji dan hingga kini belum ada keputusan," katanya.

Konflik Korut Korsel


Terkait dengan terjadinya konflik Korea Utara dan Korea Selatan saat ini, Menhan ketika ditanya wartawan menyampaikan keprihatinan atas kejadian tersebut. Para pihak sebaiknya dapat duduk bersama dan lebih menggunakan smart power, dengan mengedepankan jalur diplomasi, dalam menyelesaikan konflik yang ada. Mengingat hal tersebut tidak saja mempengaruhi kondisi ekonomi dan politik di negara yang berkonflik, namun akan berimbas pada negara kawasan maupun secara global.

Indonesia mendorong dilakukan pertemuan six party yang melibatkan China, Jepang, Rusia dan Amerika Serikat serta kedua negara Korea yang sedang bertikai tersebut.

Lebih lanjut Menhan juga menambahkan, bahwa kondisi konflik yang ada tidak akan mempengaruhi hubungan Indonesia dengan kedua negara, mengingat Indonesia menganut politik luar negeri yang bebas dan aktif. Hal tersebut juga tidak akan mempengaruhi pemesanan alut sista produksi dalam negeri ke negara gingseng tersebut.

Tank BMP-3F Terbaru Milik Marinir TNI AL

SURABAYA - Danmenkav-1 Marinir, Kolonel Mar Lasmono (2 kanan) menjelaskan kepada sejumlah perwira menengah jajaran Pasmar-1, di atas Tank Amfibi BMP-3F di Resimen Kavaleri-1 Marinir, Karangpilang Surabaya, Senin (29/11). Sebanyak 17 unit Tank Amfibi BMP-3F buatan Rusia tiba Sabtu (27/11) lalu melengkapi alat utama sistem persenjataan (Alutsista) Korps Marinir TNI AL. FOTO ANTARA/Eric Ireng/Koz/hp/10.





Tank BMP-3F Dari Rusia Tiba Jumat Malam


JAKARTA - Komandan Korps Marinir Mayjen TNI (Mar) Aflan Baharudin mengatakan 17 unit tank amfibi BMP-3F buatan Rusia akan tiba di Indonesia pada Jumat (26/11) malam.

Dikonfirmasi ANTARA usai menghadiri serah terima jabatan Panglima Komando Lintas Laut Militer di Jakarta, Kamis (25/11), ia mengatakan, ke-17 unit tank amfibi tersebut akan tiba di Dermaga Ujung Surabaya.

"Selain 17 unit tank amfibi, terdapat pula satu ranpur recovery. Seluruhnya diangkut dari Rusia ke Indonesia menggunakan kapal kargo komersial Rusia. Tiba sekitar pukul 19.00 WIB," ujarnya.

Alfan menambahkan, setibanya di Dermaga Ujung Surabaya ke-17 unit tank amfibi itu akan menjalani uji fungsi untuk memastikan seluruh peralatan, perlengkapan tank tersebut beroperasi baik.

"Uji fungsi akan dilaksanakan di Surabaya dan Pusat Latihan Tempur Marinir Karang Tekok, Sitobondo. Usai menjalani uji fungsi dengan sempurna, baru akan akan ada penyerahan secara resmi dari Pemerintah Rusia kepada Indonesia dan TNI serta TNI Angkatan Laut sebagai pengguna," katanya.

Saat ini rata-rata kesiapan alat utama sistem senjata (alutsista) marinir, termasuk kendaraan tempur, sekitar 60 hingga 70 persen.

"Cukup baik, tetapi kan ada beberapa yang sudah sangat tua hingga perlu segera diganti untuk memaksimalkan efek tangkal dan daya tempur kita," katanya.

Dana yang dikucurkan dalam pembelian itu mencapai Rp455 miliar atau 50 juta dolar AS. Awalnya, dengan harga tersebut TNI AL mendapatkan 20 tank, tetapi akhirnya hanya didapat 17 unit karena harganya naik.

Korps marinir saat ini memiliki sekitar 400 tank. Sebagian di antaranya kurang layak beroperasi. Sebagian yang masih bisa diperbaiki akan diperbaiki. Sementara yang sudah tidak layak sama sekali akan dikandangkan, kata Alfan.

BMP-3F

Tank amfibi BMP-3F yang diproduksi Rusia adalah kendaraan tempur (Ranpur) lapis baja yang sempurna dari segi teknologi dan kebutuhan pertempuran masa kini (Pertempuran Asimetris).

Di era 90-an BMP-3F pernah diujicoba di United Arab Emirates bersama dengan ranpur lainnya, diantaranya buatan Inggris dan Amerika. Dari hasil ujicoba tersebut memperlihatkan hasil yang memuaskan pada BMP-3F.

Selanjutnya BMP-3F disempurnakan kembali khususnya untuk manuver di laut, dimana penambahan Snorkel (sirkulasi udara saat manufer di laut ruang pasukan / tempur tetap normal), dan perbaikan pada tameng di kubah untuk menahan air agar tidak masuk ruang tempur.

BMP-3F memiliki beberapa fitur khusus antara lain, konstruksi (chasis) BMP-3F memungkinkan untuk dimodernisasi, mudah perawatannya dan minim pemeliharaan.

Dengan adanya beberapa penyempurnaan BMP-3F menjadi ranpur segala medan yang cukup berat, namun hal ini bisa diimbangi dengan manuver dan pertahanan diri yang lebih baik

Tak hanya itu, BMP-3F mengaplikasi persenjataan baru (SKS Arteleri - Roket - Meriam) dengan sistem kontrol penembakan secara otomatis dan mampu menembak tepat dari segala jenis senjata saat bergerak karena di BMP3F sudah menggunakan skema balok
penggontrol penembakan otomatis yang baru (pola stabilizer sistem baru).

Selain itu, konstruksi persenjataan BMP-3F merupakan penggabungan dalam satu komponen (single-turet): Meriam, peluncur roket berkaliber 100mm, kanon otomatis berkaliber 30 mm dan Mitraliur berkaliber 7,62 mm.

Penggabungan ini memungkinkan awak ranpur dapat memilih dengan cepat keperluan penggunaan senjata dalam situasi tempur tergantung dari sasaran yang diinginkan baik darat, laut maupun udara.